Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/12/2013, 14:01 WIB
Dr. Andreas Prasadja, RPSGT *

Penulis

Sumber Kompasiana


BELAKANGAN berbagai penelitian menyoroti bagaimana kebiasaan 'ngorok' menjadi berbahaya bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Salah satu yang mengejutkan adalah publikasi pada the Laryngoscope di awal 2013 yang bahkan menyebutkan, mendengkur lebih berbahaya bagi kesehatan jantung dibanding kadar kolesterol yang meningkat ataupun kebiasaan merokok.

Risiko dengkur

Selanjutnya, kelompok peneliti dari Universitas Shandong China memprediksi bahwa risiko kesehatan jantung akibat 'ngorok' sebenarnya jauh lebih berbahaya dari yang selama ini diperkirakan oleh para ahli. Kelompok peneliti ini menyatakan bahwa pendengkur miliki risiko 80 persen untuk alami gangguan pada jantung. Penelitian yang diterbitkan pada the International Journal of Cardiology ini juga memperkirakan, 4 dari 10 pria dan 1 dari 10 wanita menderita sleep apnea, kondisi henti nafas saat tidur yang diderita para pendengkur.

Penelitian ini juga sebutkan bahwa risiko stroke berlipat ganda pada pendengkur berat. Sedangkan orang yang ngorok ringan tidak berisiko sama sekali. Risiko terjadi bukan diukur dari parahnya dengkuran seseorang, tetapi dari gangguan nafas yang dialami.

Sleep apnea, terutama tipe obstruktif adalah yang paling sering diderita pendengkur. Orang yang tidur ngorok, memiliki saluran nafas yang menyempit saat tidur. Akibatnya, aliran udara berulang kali terganggu. Penderita terbangun-bangun karena sesak. Tapi jangan salah, pendengkur tak terjaga hingga tak menyadari dirinya terbangun-bangun. Ia malah bertanya-tanya, kenapa pagi bangun tak segar dan terus mengantuk di siang hari. Sebuah kondisi yang disebut hipersomnia.

Sepanjang malam, oksigen pun turun naik dan denyut jantung tak beraturan. Proses henti nafas saat tidur inilah yang pada akhirnya sebabkan hipertensi, diabetes, penyakit jantung hingga stroke.

Efek perawatan

Perawatan dengkur dan sleep apnea adalah dengan penggunaan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP), pembedahan atau dental appliances. Sebelum menentukan perawatan seseorang harus diperiksakan dulu dengan polisomnografi yang sering juga disebut PSG. sampai saat ini, pemeriksaan tidur di laboratorium tidur merupakan cara diagnosis sleep apnea yang paling tepat.

CPAP berupa alat yang meniupkan tekanan postif lewat sebuah masker hidung. Tekanan positif ini akan mengganjal saluran nafas agar tak menyempit selama tidur.

Berbagai penelitian telah melihat efek perbaikan kesehatan setelah sleep apnea dirawat. Yang terbaru adalah menurunnya tekanan darah setelah gunakan CPAP, terutama pada penderita hipertensi yang resisten terhadap pengobatan.

Publikasi pada Journal of Hypertension tahun 2001 menyebutkan bahwa 80 persen penderita hipertensi yang tak mempan dengan pengobatan juga menderita sleep apnea. Sementara penelitian yang dilakukan di Spanyol baru-baru ini menunjukkan bahwa penggunaan CPAP selama 12 minggu akan menurunkan tekanan darah diastolik pada penderita hipertensi yang resisten terhadap pengobatan. Demikian juga tekanan darah sepanjang malam.

Penelitian yang diterbitkan pada Journal of American Medical Association ini membuktikan, hubungan timbal balik antara mendengkur dan penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah, khususnya hipertensi.

Banyak sudah penelitian yang menghubungkan dengkur dan kesehatan jantung. Di masa depan, penelitian serupa pasti akan jauh lebih banyak lagi. Diharapkan, di masa depan perawatan penyakit-penyakit jantung pun akan sertakan pemeriksaan dan perawatan dengkur.

Seperti yang sudah tercantum pada tata laksana tekanan darah tinggi keluaran US Departement of Health and Human Services yang lebih dikenal dengan sebutan JNC7, bahwa dokter sebaiknya melihat terlebih dahulu penyebab peningkatan tekanan darah tinggi. Pada dokumen tersebut, sleep apnea berada pada baris pertama daftar penyebab hipertensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompasiana
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com