Harmonie, Raffles Meresmikannya, Kita Membongkarnya

Kompas.com - 16/12/2013, 23:25 WIB

KOMPAS.com — "Kami benar-benar terkesan pada Rijswijk dan daerah di seberangnya, Noordwijk dengan toko-toko vilanya serta kafe," tulis seorang pensiunan opsir rendah serdadu Hindia Belanda. Serdadu tua itu asal Jordaan, sepetak kawasan di Amsterdam, yang pernah bertugas di Batavia. Dia menulis kisah pengalamannya berkeliling Batavia yang diterbitkan majalah Bendera Wolanda edisi 1910-1912.

Pada zaman kolonial, Rijswijk dan Noordwijk merupakan kawasan elite di Batavia. Keduanya dipisahkan oleh kanal sodetan Ciliwung. Kedua toponimi itu sudah tidak digunakan lagi. Kini, kawasan Rijswijk berlokasi di sekitar Jalan Veteran di Jakarta Pusat, sementara Noordwijk merupakan kawasan sekitar Jalan Juanda.

"Kami melihat juga Societeit de Harmonie yang terkenal. Ini dapat dikatakan klub terbagus di antara Tokyo dan Bombay," ungkap serdadu tua itu. "Di depan gedung itu tampak beberapa pria berseragam putih angkatan laut sedang duduk dekat balustrade sambil bercakap-cakap dengan penuh kegembiraan." Setiap Minggu malam, para anggota klub, yang umumnya pejabat dan pengusaha kaya, menyaksikan konser musik yang digelar oleh korps militer di Harmonie.

Gedung perkumpulan sosialita warga Batavia itu bercat putih. Beranda utama berhias sederet pilar tuskan. Pilar-pilar itu menopang tulisan bercat hitam "HARMONIE" dalam bingkai dinding segitiga. Keempat sisinya berjajar pintu-pintu berkisi dengan teras terbuka yang dibatasi oleh pagar besi mentereng. Lereng atapnya yang memiliki dua kemiringan—gaya mansard—mencitrakan pengaruh arsitektur Perancis yang kuat.

Gedung Harmonie diresmikan oleh Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles pada 18 Januari 1815 yang bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Ratu Charlotte dari Inggris.

Raffles tinggal di kawasan Rijswijk juga, tak jauh dari Harmonie. Konon, saat meresmikan gedung ini, dia membuka pintu utamanya. Kemudian, dia melemparkan anak kunci ke kanal sembari berujar bahwa pintu perkumpulan sosialita ini harus selalu terbuka. Tampaknya, ungkapan tadi merupakan harapannya untuk Harmonie yang selalu di hati warga kota.

Raffles memang dikenang karena telah meresmikan Harmonie. Namun, dia bukanlah pemrakarsa bangunan yang kental dengan gaya Perancis ini.

Sejatinya, pemrakarsa gedung perkumpulan elite ini adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ditunjuk oleh Raja Perancis Napoleon Buonaparte, Herman William Daendels. Meski berkuasa sangat singkat pada 1808-1810, Daendels telah memindahkan pusat Kota Batavia ke daerah selatan, Weltevreden, sebuah kawasan yang dianggap lebih sehat.

Daendels membangun sebuah perkumpulan sosialita baru untuk menggantikan gedung serupa yang kumuh di kawasan Pintu Besar Selatan. Dia pun membongkar tembok kota yang mengelilingi Batavia, juga kastil megahnya.

Sebagian batu bata hasil bongkaran tembok kota Batavia telah digunakan untuk membangun Harmonie, berdasar rancangan seorang mayor zeni, JC Schultze.

Peran Raffles tidak sekadar meresmikan Harmonie secara seremonial. Sebagai seorang yang gandrung dengan eksotika timur, dia membangun sebuah ruang di gedung tersebut untuk menyimpan dan memajang koleksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG), sebuah perkumpulan warga Batavia untuk kesenian dan ilmu pengetahuan. Perkumpulan ini berdiri pada 1778, dan menjadi perkumpulan ilmu pengetahuan tertua di Asia Tenggara.

Koleksi Bataviaasch Genootschap berada di Harmonie hingga 1868. Sebuah gedung baru yang lebih luas di Koningsplein West—kini Jalan Merdeka Barat—telah siap digunakan sebagai tempat memajang aneka koleksi naskah dan barang pusaka nusantara lainnnya. Kelak, kita menyebutnya sebagai Museum Nasional.

Setelah Indonesia merdeka, kharisma gedung ini kian meluntur. Sebuah kejadian yang tidak harmonis menimpa Harmonie: pada April 1985 ayunan martil dan godam menghajarnya dan memutilasi kejelitaannya yang renta, lalu mencampakkan begitu saja sejarah penanda kota Jakarta itu.  

Harmonie dibongkar demi sebuah perluasan Jalan Majapahit dan halaman Kantor Sekretariat Negara. Lenyap sudah gedung yang menjadi penanda cikal bakal Museum Nasional dan Perpustakaan Nasional kita. Keduanya merupakan dua lembaga ilmu pengetahuan tertua di Indonesia.

Saat pembongkaran terjadi, kebetulan seorang gadis pelajar SMA di Jakarta, dengan rasa ingin tahu, melintas dan memasuki Harmonie. Gadis itu bernama Alexandra N Mahartiani.

Sekitar 25 tahun kemudian Alexandra bercerita kepada saya. Ketika dia mengunjungi Harmonie awal 1985, lantai marmer, pilar-pilar beranda dan ruangan dalam, masih belum dibongkar. Namun, sebagian dinding belakang, jendela, dan pintu berkisi sudah hilang. Lampu hias yang tergantung di langit-langit pun sudah amblas. Keadaan bangunan sangat kacau dengan debris di mana-mana. Demikian Alexandra berkisah.

"Aku menyesal sekali tidak datang ke situ tahun sebelumnya," kenangnya. "Dan saat itu aku datang dengan kecewa, menyentuhnya, dan mengucapkan selamat tinggal. Itulah terakhir kali aku melihatnya masih berdiri." (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau