Legenda yang masih terus beredar di NASA, badan antariksa Amerika Serikat, misalnya. Pada 1960-an lembaga itu disebut mengembangkan ratusan ribu bolpoin yang bisa bekerja di gravitasi nol. Demikian pula badan antariksa Uni Soviet—sekarang Rusia—yang memiliki dana lebih sedikit, mengembangkan teknologi antariksanya dengan pensil sebagai modelnya.
Laiknya legenda, uji coba NASA yang melibatkan ribuan bolpoin itu sebenarnya dipicu kekhawatiran luar biasa tentang kerapuhan pesawat dan para astronot di dalamnya ketika menembus atmosfer Bumi. Pada 1967, kekhawatiran mereka diuji dengan meledaknya Apollo 1.
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, tak bisa ditepis bahwa peran budaya berperan dalam penentuan pilihan alat uji coba teknologi. Kali ini, riset antariksa China menguatkannya. Pilihan benda yang menjadi inspirasi untuk uji coba teknologi tingkat tinggi ini pun kentara mewakili budaya yang identik dengan China.
Sumpit dan sendok keramik
Di Hong Kong Polytechnic University, China, saat ini sedang ada proyek riset perancangan alat ruang angkasa dengan presisi tinggi. Inspirasinya, sumpit dan sendok sup keramik China. Riset itu dipimpin oleh Profesor Yung Kai-leung, Kepala Asosiasi Departemen Teknik dan Sistem Industri Hong Kong Polytechnic University. "Teknologi kami berbedas," kata Yung kepada CNN. "Tidak ada rekayasa kami yang menggunakan desain orang lain." Menurut Yung, ada kompleksitas luar biasa dalam misi teknologi luar angkasa, sedemikian hingga nyaris mendekati sidik jari yang tak satu pun benar-benar sama untuk menyikapi setiap persoalan.Untuk ekspedisi ke Mars dari Badan Antariksa Eropa (ESA), Yung telah merancang alat pembuat batu Mars untuk sampel dan latihan. Mekanisme dari alat itu menggunakan inti dari fungsi sepasang sumpit.
Untuk penggali batunya, Yung merujuk pada prinsip sendok sup China berbahan keramik yang tahan panas dan mampu beroperasi dalam lubang yang dalam. Sendok ini diketahui berfungsi lebih baik untuk menciduk ke dalam mangkok nasi daripada sendok besi ala Barat.
Pada misi Rusia, sebut Yung, persoalan ada pada sirkuit terpadu, satu lempeng dengan ribuan komponen elektronik. "Cukup satu (komponen) bermasalah, semua peralatan bermasalah," kata dia.
Yung menuturkan, pada 1960, lebih dari sepertiga misi luar angkasa mengalami kegagalan. China, kata dia, punya kemewahan dengan belajar dari kesalahan dua negara pelopor misi luar angkasa, Amerika dan Rusia. Meski demikian, kata dia, saat-saat peluncuran akan tetap menegangkan bagi orang-orang Hongkong ini.Kualifikasi luar angkasa
Karenanya, kata Yung, pekerjaannya mensyaratkan apa yang ia sebut sebagai "kualifikasi luar angkasa". Definisi yang dia berikan adalah pengalaman yang memungkinkan Anda mengantisipasi segala jenis masalah dan mengatasinya.
Kualifikasi ini jugalah yang membuat Yung mengembangkan alat presisi unik seperti penggiling sampel batuan ruang angkasa. Demikian pula saringan, yang semuanya bekerja dalam gravitasi nol dan ruang hampa.
"Ini adalah masalah sulit untuk diselesaikan (karena) biasanya Anda butuh gravitasi untuk menyaring apa pun," ujar Yung.Keberuntungan adalah pasangan dari budaya yang melatari para peneliti dan pemilik misi. Uang, misalnya, merupakan keberuntungan yang dibutuhkan untuk misi pendaratan ke Bulan. Anggaran proyek luar angkasa China berada di kisaran 2 miliar dollar AS per tahun, sekitar Rp 22 triliun. Angka itu tak sampai sepersepuluh anggaran misi luar angka NASA.
"Masing-masing punya budaya yang berbeda," kata Yung. "
Orang-orang Eropa mendiskusikan hal-hal tertentu untuk waktu yang lama dan ada banyak perubahan karena ada negara-negara yang terlibat. Mereka pun memiliki ide yang beragam sehingga memperlambat segalanya, bahkan bisa menggagalkannya," papar dia."(Adapun) Rusia berpikir mereka memiliki banyak pengalaman, tetapi banyak pengalaman ini sekarang kedaluwarsa," ujar Yung. "Sementara itu, Amerika terlalu banyak kepentingan dengan perdagangan dalam misi eksplorasi ruang angkasa."