Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/11/2013, 17:33 WIB
Wardah Fajri

Penulis


KOMPAS.com
- Memilih mainan anak perlu didasari banyak pertimbangan. Jika asal pilih mainan, risikonya pun makin tinggi. Seperti anak tersedak mainan, terluka tubuhnya, iritasi, hingga menimbulkan risiko penyakit dalam jangka panjang akibat paparan zat kimia berbahaya yang terkandung dalam mainan.

Meski tak mudah dilakukan, mewaspadai zat kimia berbahaya pada mainan perlu menjadi perhatian orangtua. Bagi orang awam, mengenali kandungan zat kimia pada mainan bukan perkara mudah. Namun, konsumen bisa terbantu dengan memastikan  ada tidaknya logo sertifikasi pada mainan anak.

Logo  menjadi penting karena menandakan mainan tersebut aman berdasarkan berbagai kriteria pengujian, termasuk pengujian kadar aman kandungan bahan kimia. Logo sertifikasi berbeda di setiap negara, seperti CE, ST, atau SNI untuk Indonesia.

Eko Wibowo Utomo, Ketua Asosiasi Importir & Distributor Mainan Indonesia mengatakan selain memerhatikan logo sertifikasi, cara sederhana lainnya mengenali kandungan zat kimia berbahaya adalah dengan mencermati warna mainan.

"Untuk mainan berbahan plastik, beberapa menggunakan plastik daur ulang. Perbedaannya bisa dilihat dari warna mainan yang buram, tidak cerah. Harganya juga murah. Mainan berbahan plastik daur ulang ini berisiko mengandung merkuri, dan kami menyangsikan keamanannya," ungkapnya kepada Kompas Health di sela Media Workshop AIMI di Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (27/11/2013).

Tony Sinambela, Kepala Pustan (Pusat Standardisasi) Kementerian Perindustrian  menambahkan, ada beberapa kriteria mainan anak yang berbahaya.  Salah satunya adalah mengandung zat kimia berbahaya seperti merkuri.

"Kriteria mainan yang tidak membahayakan berdasarkan standar SNI di antaranya tidak boleh berujung tajam, tidak mudah terbakar, tidak ada unsur kimia tertentu seperti merkuri, tidak boleh ada migrasi bahan kimia dari mainan ke tubuh anak," terangnya.

Eko mengatakan zat kimia yang paling banyak ditemui pada mainan anak adalah merkuri dan timbal. Dua zat berbahaya ini paling banyak ditemui pada mainan anak, terutama mainan yang tidak memiliki sertifikasi, baik internasional seperti CE, ST, ataupun sertifikasi dalam negeri seperti SNI. 

Sebagai catatan, saat ini Indonesia baru membatasi penggunaan delapan bahan kimia pada mainan anak, sementara Eropa telah melarang 18 zat kimia dalam pembuatan mainan anak.

Kandungan zat kimia ini menjadi berbahaya jika terjadi migrasi bahan kimia mainan ke tubuh anak. Apalagi pada anak di bawah usia tiga, saat anak sering memasukkan mainan ke mulut.

"Anak menjilat dan mengemut mainan sangat mungkin terjadi. Apalagi anak kurang dari tiga tahun yang tidak bisa dikontrol kebiasaannya memasukkan mainan ke mulut. Ini yang harus lebih diwaspadai," terang Eko.

Menurut Eko, paparan bahan kimia yang tak aman pada mainan ini berdampak panjang. Pada beberapa kasus ditemukan adanya pembesaran hati.

Meski begitu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan dampak kesehatan dari paparan bahan kimia pada mainan masih memerlukan kajian lebih lanjut.

Pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan kandungan bahan kimia seperti merkuri, timbal,dan beberapa zat lainnya pada mainan anak dapat menyebabkan kanker, namun ini sifatnya akumulatif.

Efeknya tidak terjadi langsung dan terjadi dalam waktu lama. Dampak kesehatan ini juga perlu dilihat dari berbagai faktor, karena kanker bukan semata terjadi karena paparan zat kimia dari mainan anak.

Tulus mengatakan, YLKI dalam uji lab bekerjasama dengan Universitas Indonesia, memang pernah meneliti kandungan zat kimia pada mainan anak pada 2011. Dari 35 produk mainan edukasi, ditemukan sejumlah zat kimia berbahaya.

"Namun uji lab ini hanya dilakukan pada mainan edukasi saja," tegasnya.

Senada dengan Eko, menurut Tulus sertifikasi yang menandakan produk mainan lolos uji keamanan menjadi penting. Bahkan, saat memilih mainan anak impor misalnya, tak cukup hanya dengan memerhatikan sertifikasi dari negara asal. Sertifikasi dalam negeri juga sama pentingnya. Terutama terkait penggunaan bahan kimia pada mainan anak.

"Karakter negara berbeda. Jadi meski mainan sudah mendapatkan sertifikasi dari negara pengimpor misalnya, namun ketika masuk ke Indonesia misalnya, sertifikasi dalam negeri juga penting. Karena bisa jadi zat kimia di negara asal yang terkandung pada mainan tidak ada di sini, atau ada zat kimia tertentu yang sudah dilarang di negara asal tapi di Indonesia belum, atau sebaliknya," terangnya.

Selain meneliti kandungan zat kimia, YLKI juga pernah melakukan survei mengenai penggunaan bahasa dalam petunjuk penggunaan mainan anak. Tulus mengatakan, agar konsumen memahami petunjuk teknis mainan anak, penggunaan bahasa Indonesia semestinya lebih diutamakan.

"Dari hasil survei YLKI pada 35 produk mainan anak, rata-rata menggunakan bahasa Inggris, bahasa China dengan tulisan China, dalam petunjuk teknis mainan. Tidak semua konsumen bisa paham, bahkan jika petunjuk teknis menggunakan bahasa Inggris sekali pun," ungkapnya.

Pemahaman yang baik dari konsumen dapat mencegah terjadinya berbagai risiko akibat penggunaan mainan anak yang salah. Jika ada peringatan pada mainan tersebut mengenai penggunaan sesuai usia, namun orangtua tidak memberikan mainan sesuai usia, tentu kesalahan di pihak orangtua. Namun, sebaiknya, mainan anak juga menyertakan penjelasan petunjuk teknis mainan anak dengan bahasa Indonesia untuk mengantisipasi risiko ini.

Penggunaan bahasa Indonesia dalam petunjuk teknis mainan anak menjadi penting, karena sebagian besar mainan impor diproduksi di China.

Eko mengatakan, meski merek mainan berasal dari Amerika dan Eropa, kebanyakan mainan impor yang masuk ke Indonesia diproduksi di China.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com