Komet ISON, Mengapa Punya Dua Buntut?

Kompas.com - 12/11/2013, 22:12 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Fenomena astronomi yang paling dinanti pada tahun 2013 adalah kenampakan komet ISON. Komet yang berasal dari Awan Oort, gudang atau sarang komet di dekat Tata Surya, bisa menyuguhkan pemandangan langka bagi penduduk Bumi.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (8/11/2013) lalu, ekor baru kini "tumbuh" dari komet ISON. Satu ekor, seperti dalam foto Damian Peach, tampak jelas lurus mengarah menjauhi komet, sementara satu ekor lain tampak miring.

Anehkah bila ISON memiliki dua ekor? Astronom amatir Ma'rufin Sudibyo mengatakan, komet biasanya memang memiliki dua ekor. Satu ekor merupakan ekor debu sementara ekor lain merupakan ekor gas atau ekor ion.

Ketika bergerak mendekati Matahari, karena suhu yang semakin tinggi, es pada komet menguap. Selainjutnya, debu komet berhamburan "ditiup" oleh angin Matahari, aliran partikel dari bintang induk di Tata Surya. "Inilah yang menyebabkan ekor debu," kata Ma'rufin.

Ekor yang baru "tumbuh" dari komet ISON sendiri merupakan ekor gas atau ekor ion. Ekor ini terjadi karena kandungan beragam senyawa volatil yang menguap kala komet semakin dekat dengan Matahari. Salah satu gas utama penyebab ekor gas adalah karbon monoksida.

Ekor gas dan ekor debu memiliki karakteristik berbeda. Ekor debu biasanya lurus, sementara ekor gas bisa berbentuk tak beraturan karena interaksinya dengan angin Matahari. Ekor debu selalu mengarah menjauhi Matahari, berada di belakang komet. Sementara itu, ekor gas tak selalu demikian.

ISON adalah komet yang ditemukan oleh astronom Rusia, Vitali Nevski dan Artyom Novichonok, dari Rusia, pada 24 September 2012. Nama ISON diambil dari nama fasilitas yang digunakan untuk menemukannya, International Scientific Optical Network (ISON).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau