Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Amon Zamora, Kamis (17/10), mengatakan, lintasan gajah yang bermasalah itu tersebar di 16 kabupaten dan kota di Aceh.
”Konflik gajah dan manusia saat ini tersebar di semua wilayah Aceh yang memiliki hutan. Tak heran, hampir setiap hari selalu ada laporan mengenai adanya konflik,” kata Amon.
Dia mencontohkan, pekan lalu sekawanan gajah yang diperkirakan berjumlah sembilan ekor masuk ke areal pertambangan emas tradisional di wilayah Geumpang, Pidie. Areal pertambangan tersebut dibuka di lintasan yang menjadi habitat gajah.
Di Aceh Timur, sejumlah gajah ditemukan mati diracun di areal perkebunan kelapa sawit. Areal perkebunan tersebut merupakan lintasan alami gajah. ”Masih banyak lagi kasus perkebunan warga dirusak gajah. Warga ada yang menjerat mati gajah, seperti yang terjadi di Sampoinet, Aceh Jaya,” katanya.
Dari empat kasus konflik satwa-manusia yang ditangani BKSDA Aceh pada 2103, tiga kasus adalah konflik antara gajah dan manusia. ”Ini memerlukan terobosan agar konflik tidak terus berlanjut. Populasi gajah akan terus terancam dengan keadaan ini, sedangkan makin banyak lahan warga yang dirusak gajah,” ujarnya.
BKSDA Aceh tengah menggodok usulan pembuatan koridor lintasan gajah di Aceh. Lebar koridor lintasan itu minimal 100 meter dan ditanami bermacam tanaman kesukaan gajah.
”Ini membutuhkan anggaran yang besar. Tidak cukup hanya APBN, tetapi juga perlu pelibatan pemerintah daerah. Meskipun memerlukan anggaran besar, dampaknya akan sangat positif. Setidaknya, populasi gajah akan terjaga dan lahan warga aman dari serangan gajah,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mencatat, di kawasan hutan di Aceh tinggal tersisa sekitar 400 gajah. Gajah-gajah itu tersebar di kawasan hutan Ulu Masen dan Kawasan Ekosistem Leuser. Padahal, jumlah gajah di Aceh pada 2003-2004 sekitar 800 ekor.
Direktur Walhi Aceh TM Zulfikar mengatakan, berkurangnya populasi gajah itu terjadi seiring meningkatnya kerusakan hutan dan alih fungsi lahan hutan. Pada saat yang sama, tata ruang wilayah hutan tidak disiapkan sehingga banyak lahan hutan yang semestinya menjadi lahan konservasi diolah menjadi hutan produksi atau perkebunan.
Konflik satwa-manusia juga terjadi di Jawa Barat, yaitu antara macan tutul jawa dan masyarakat di sekitar hutan. Kepala BKSDA Jabar Joko Prihatno di Bandung mengatakan, setiap tahun rata-rata terjadi 5-6 kali konflik antara manusia dan macan tutul jawa di Jabar. Tidak sedikit macan tutul jawa mati di tangan warga. (HAN/CHE/KOMPAS CETAK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.