Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harimau Sumatera, Pesan Kematian dari Sorot Mata Sang Datuk

Kompas.com - 02/09/2013, 08:57 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

Nasib harimau sumatera di alam liar pun tidak terlalu jauh berbeda dari macan-macan di penangkaran yang hidup dalam penderitaan. Di habitatnya, harimau sumatera terancam punah akibat aktivitas manusia.

Dalam rantai makanan, harimau sumatera bisa saja menjadikan manusia sebagai mangsa. Namun, dalam kehidupan nyata, justru mangsa (manusia) yang menjadi pemangsa. Kelebihan manusia mengatasi harimau sumatera sehingga satwa ini diburu sebab kulit, taring, organ tubuh dianggap memberi manfaat ekonomi. Hutan-hutan yang adalah habitat sang macan dirusak untuk kepentingan manusia (perkebunan, permukiman, pertambangan).

Menjadi jelas bahwa aktivitas manusia menurunkan populasi harimau sumatera. Pada 1978, dipercaya masih ada 1.000 harimau sumatera. Namun, menurut Global Tiger Initiative, populasi pada 2010 diyakini tidak lebih dari 325 harimau sumatera.

Ketua Forum Harimau Kita Dolly Priatna mengatakan, upaya menyelamatkan populasi harimau sumatera dengan menetapkan suatu kawasan konservasi tidak banyak menolong. Justru 70 persen habitat satwa ini berada di luar hutan lindung, cagar alam, atau taman nasional.

Oleh sebab itu, konflik antara manusia dan harimau sumatera terus terjadi. Dalam catatan, konflik mengakibatkan 12 orang meninggal dunia setiap tahun akibat serangan harimau sumatera. Jumlah yang sama berlaku untuk harimau sumatera yang dibunuh manusia. Padahal, pada prinsipnya, satwa tidak menyerang manusia tanpa sebab.

Dolly percaya, populasi yang ada saat ini tidak bisa ditambah secara alami jika tidak ada komitmen untuk menyelamatkan harimau sumatera. Memang, ada setidaknya 140 harimau sumatera yang menjadi koleksi 52 kebun binatang atau taman safari di Indonesia. Namun, satwa yang lahir atau berada di lembaga konservasi itu tidak bisa lagi dilepasliarkan. Kemampuan alamiah sebagai harimau sumatera sebagai pemburu dan karnivora diyakini telah pupus ketika sang satwa tidak hidup di alam liar.

Dolly mendorong siapapun untuk kembali ingat akan harimau sumatera. Dalam norma tradisional di Pulau Sumatera, macan disanjung dan dihormati dengan gelar datuk (terhormat). Jika satwa ini tetap menjadi datuk dalam segenap aspek kehidupan masyarakat sekitarnya, mungkin harimau sumatera tidak akan pernah punah.

Namun, bisa saja di antara kita ingin nasib harimau sumatera seperti harimau jawa dan harimau bali yang telah dinyatakan punah sehingga sosok satwa itu cuma bisa dinikmati dari dongeng dan lukisan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com