Tepatnya, ilmuwan menggunakan sel punca untuk mengembangkan "cerebral organoid", gumpalan seukuran kacang yang ditumbuhkan di cawan petri di laboratorium yang memiliki karakteristik jaringan embrionik otak.
Keberhasilan ini sangat bermanfaat karena akan mengurangi ketergantungan ilmuwan pada jaringan otak tikus yang sebenarnya kurang bagus untuk mempelajari penyakit otak dan pengobatannya.
"Perkembangan otak manusia sangat berbeda dengan perkembangan, misalnya, otak tikus," kata Juergen Knoblich dari Austrian Academy of Sciences, koordinator penelitian ini, seperti dikutip AFP pada Rabu lalu.
Paul Matthews, profesor neurosains klinis dari Imperial College London mengatakan, "riset ini memberi peluang pemanfaatan alat baru untuk memahami kelainan otak dan tes untuk perawatannya."
Zameel Cader, konsultan neurologi dari John Radcliffe Hospital di Oxford mengatakan, penemuan ini mengagumkan serta membuka peluang lebih jauh bagi teknologi sel punca untuk memahami perkembangan otak dan penyakitnya, serta menemukan obat baru.
Untuk membuat otak mini itu, Knoblich menumbuhkan sel punca di media yang diberi nutrisi khusus untuk memacu perkembangannya menjadi organ kompleks.
Diuraikan Reuters, Rabu lalu, ilmuwan tepatnya menumbuhkan jaringan yang disebut neuro-ektoderm, lapisan sel di embrio yang kemudian berkembang menjadi otak dan sistem saraf. Jaringan itu ditaruh di dalam bioreaktor yang terus berputar, bersama nutrisi dan oksigen.
Setelah sebulan, struktur primitifi otak berkembang. Pada dua bulan, organoid berhasil mencapai ukuran maksimum sebesar 4 milimeter.
Organoid ini memang belum bisa dikatakan sebagai otak sempurna. Namun, peneliti mengatakan bahwa struktur itu sudah terdiri dari sel-sel yang saling terhubung dan terkoordinasi serta berbagai macam jaringan.
Knoblich mengatakan, tujuan utama penelitian memang bukan untuk menumbuhkan otak, tetapi menciptakan perangkat untuk memahami perkembangan otak.
Di masa depan, salah satu yang bisa dilakukan dengan organoid ini adalah memahami kelainan yang disebut microcephaly atau kepala kecil. Dengan organoid ini, peneliti mampu memahami apa penyebabnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.