Kondisi itu sama seperti Ramadhan tahun lalu. Perbedaan muncul sebagai akibat penggunaan kriteria awal bulan dalam kalender Hijriah yang berbeda, yaitu terbentuknya hilal (wujudul hilal) dan terlihatnya hilal (rukyatul hilal). Perbedaan bukan sekadar akibat penggunaan metode perhitungan (hisab) atau melihat (rukyat) hilal semata.
”Beda kriteria ini bersumber dari perbedaan tafsir atas dalil agama yang digunakan,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung yang juga anggota Badan Hisab Rukyat Pusat, Moedji Raharto, Rabu (3/7/2013).
Kelompok yang mengawali Ramadhan pada Selasa menggunakan kriteria terbentuknya hilal atau bulan sabit tipis pertama. Kriteria ini digunakan berdasar perhitungan, tanpa mensyaratkan hilal tersebut bisa dilihat atau dibuktikan keberadaannya.
Adapun kelompok yang memulai Ramadhan pada Rabu, memakai kriteria terlihatnya hilal, tidak cukup asal terbentuknya hilal. Pengamatan hilal dengan mata atau teleskop dilakukan untuk membuktikan keberadaan hilal berdasar perhitungan yang dilakukan sebelumnya.
Perbedaan kriteria itu, kata Moedji, membuat sama atau berbedanya awal bulan Hijriah sangat bergantung pada posisi Bulan. Posisi Bulan setiap menjelang awal bulan Hijriah bersifat dinamis, tidak selalu sama.
Jika kesegarisan Matahari-Bulan-Bumi yang juga disebut konjungsi (ijtimak) terjadi menjelang terbenamnya Matahari, biasanya kedua kelompok pengguna kriteria awal bulan yang berbeda itu akan mengawali awal bulan Hijriah dengan berbeda.
Kondisi itulah yang terjadi pada Ramadhan kali ini. Konjungsi yang menandai siklus bulan baru terjadi pada Senin (8/7/2013), sekitar 3 jam sebelum Matahari terbenam untuk wilayah barat daya Indonesia. Artinya, saat Matahari terbenam, hilal sudah terbentuk tetapi akan sulit diamati karena dianggap Bulan ”belum cukup umur”.
Berdasar pengalaman observasi hilal selama ini, belum cukupnya umur Bulan membuat posisi hilal terlalu dekat Matahari. Ketinggiannya dari horizon juga terlalu rendah dan ketebalan hilal sangat tipis. Semua kondisi itu membuat hilal sulit diamati.
Dosen Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang juga anggota Tim Pengamat Hilal UPI, Judhistira Aria Utama, mengatakan, selama kondisi atmosfer bersih, cuaca mendukung dan menggunakan teleskop dengan perbesaran tertentu, tetap ada peluang hilal teramati.
Namun, agar kesaksian melihat hilal dalam kondisi Bulan belum cukup umur tersebut dapat diterima, kesaksian itu harus didukung bukti autentik yang tepercaya.
”Selama ini, laporan melihat hilal dalam umur Bulan yang sangat muda hanya berupa laporan pandangan mata, tidak ada bukti citra atau foto yang mendukung sehingga kesahihannya diragukan,” katanya.
Potensi salah melihat obyek yang dianggap hilal, padahal bukan hilal, juga sangat mungkin terjadi. Jika tidak cermat dan kurang terampil, pengamat bisa menyangka planet atau awan terang sebagai hilal.
Kedua kelompok dengan kriteria awal bulan berbeda itu kemungkinan besar akan mengakhiri Ramadhan atau merayakan Lebaran bersama-sama. Idul Fitri 1 Syawal 1434 diperkirakan jatuh pada Kamis, 8 Agustus 2013.
Konjungsi awal Syawal terjadi pada Rabu (7/8/2013) sekitar pukul 4 pagi. Akibatnya, saat Matahari terbenam, hilal tidak hanya sudah terbentuk, tetapi sudah ”cukup umur”. Saat Matahari terbenam, Bulan sudah berumur lebih dari 13 jam sehingga ketinggiannya dari horizon dan jaraknya terhadap Matahari sudah memungkinkan untuk dilihat.
Global
Perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Syawal ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Data Proyek Pengamatan Hilal Global (Islamic Crescent Observation Project/ICOP) yang berisi laporan pengamatan hilal di seluruh dunia menyebut 1 Ramadhan di Turki dan Amerika Serikat jatuh pada Selasa (9/7/2013). Adapun di Oman, Ramadhan dimulai pada Rabu (10/7/2013).
Dalam kalender Ummul Qura Pemerintah Arab Saudi, berdasarkan data hisab, 1 Ramadhan diperkirakan jatuh pada Selasa. Namun, ini masih menunggu kepastian dari hasil rukyat. Penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah di Arab Saudi dilakukan dengan melihat hilal. Namun, untuk sembilan bulan lain menggunakan kriteria terbentuknya hilal.
Ketentuan Ramadhan di Arab Saudi tidak bisa serta-merta diterapkan di Indonesia. Posisi hilal berbeda-beda di tiap tempat.
Cara serupa juga dilakukan di Indonesia. Melihat hilal hanya dilakukan untuk tiga bulan yang terkait ibadah wajib. Namun untuk bulan-bulan lain, digunakan kriteria Majelis Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) sebagai batas minimal hilal bisa dilihat dengan mata telanjang.
Penyatuan
Upaya penyatuan kriteria awal bulan Hijriah itu sudah lama dilakukan pemerintah. Namun, hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai. Langkah nyata diperlukan agar umat segera mendapat kepastian penanggalan.
Untuk menyatukan kriteria awal bulan, butuh pemahaman yang sama tentang dalil agama yang melandasinya. Setelah itu, dibutuhkan komitmen kuat untuk membangun sistem kalender yang bisa diterima secara global dan berbasis pada data ilmu pengetahuan yang kuat.
Sembari mendorong penyatuan kriteria awal bulan Hijriah, para astronom dalam lingkup nasional dan internasional terus bekerja mengajukan bukti-bukti autentik tentang citra pengamatan hilal. Bukti yang diperoleh diharapkan mampu memperbarui teknik perhitungan bulan yang dilakukan.
”Hisab dan rukyat harus saling mendukung, tidak perlu menghilangkan salah satunya,” kata Moedji.
Perhitungan yang baik akan mendukung proses pengamatan. Sebaliknya, hasil pengamatan yang baik akan memperbaiki presisi perhitungan.
Dari pengalaman tahun lalu, perbedaan dalam mengawali Ramadhan tidak akan menimbulkan gesekan sebesar jika perbedaan terjadi saat mengakhiri Ramadhan, seperti pada Idul Fitri tahun 2011. Namun, itu tak dapat dijadikan alasan untuk menunda penyatuan awal bulan Hijriah segera. Setidaknya, potensi beda masih akan terjadi dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Adha tahun 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.