Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Terfragmentasi, Orangutan Terancam

Kompas.com - 13/06/2013, 03:51 WIB

Sangatta, Kompas - Pembukaan lahan menyebabkan habitat satwa liar, terutama orangutan, terfragmentasi. Perlu koridor untuk menghubungkan lokasi yang terfragmentasi sebagai jalur migrasi satwa. Hal ini untuk menjamin ketersediaan pakan dan menghindari penurunan kualitas genetika akibat perkawinan sekerabat.

Selain pembuatan koridor, biodiversitas hutan yang terfragmentasi perlu diperkaya. Hal ini untuk menjaga orangutan tidak keluar dari habitatnya dan mengakibatkan konflik dengan perkebunan dan hutan tanaman industri.

Masalah ini mengemuka dalam Lokakarya Internasional Restorasi Habitat dan Orangutan di Taman Nasional Kutai, Rabu (12/6), di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah pakar, aktivis, dan pengampu kepentingan lain dari Indonesia ataupun luar negeri.

Kawasan hutan yang terfragmentasi bisa merupakan hutan lindung atau hutan yang disisakan perusahaan untuk memenuhi syarat high conservation value (HCV). ”Idealnya hutan HCV kondisinya baik. Namun, beberapa temuan menunjukkan, kondisinya mengenaskan,” kata Sri Suci Utami Atmoko, ahli orangutan dari Universitas Nasional Jakarta, peserta lokakarya.

Karena itu, diperlukan pengayaan biodiversitas dan pakan orangutan. Langkah lain, mempertahankan koridor alami seperti daerah aliran sungai dan membangun koridor antarlahan terfragmentasi ataupun menuju hutan alam.

Marc Ancrenaz, pendiri Kinabatangan Orangutan Conservation Programme dari Sabah, Malaysia, memberi contoh jalur pemisah bisa berupa kanal/sungai kecil. Pada pembatas tidak ada tajuk pohon yang menutupi agar orangutan tidak melintas.

Potensi konflik

Studi yang dilakukan Yaya Rayadin (Universitas Mulawarman, Samarinda), Stephanie Spehar (University of Wisconsin Oshkosh AS), dan kolega di hutan tanaman industri Grup Sinarmas, Kalimantan Timur, 2006 hingga kini, menemukan, orangutan hidup pada lahan terfragmentasi yang sempit, kurang dari 10 hektar. Karena itu, hutan tanaman industri tak bisa lepas tanggung jawab dalam penyelamatan orangutan.

Jika tak tertangani dengan baik, orangutan akan merusak hutan tanaman industri. ”Pada perkebunan akasia (Acacia mangium) usia 1-2 tahun, tiap orangutan dapat menghabiskan 30-40 pohon per hari. Ini berdampak pada finansial perusahaan,” kata Yaya Rayadin, pemakalah lokakarya.

Orangutan memakan kambium batang akasia serta membuat sarang di atasnya. Untuk membuat sarang, orangutan memetik daun dan mematahkan ranting tanaman.

Novianto Bambang Wawandono, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan, saat berbincang dengan Kompas, Selasa di Sangatta, mengungkapkan kekhawatiran akan turunnya kualitas genetika populasi orangutan di daerah terfragmentasi. Kondisi ini memperbesar kemungkinan perkawinan sekerabat/sedarah karena populasi hanya sedikit dan terpisah dari populasi lain. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com