Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetangga itu Menular, Maka Jadilah Tetangga yang Sehat!

Kompas.com - 12/06/2013, 11:47 WIB
Dr. Irsyal Rusad. Sp.PD

Penulis


KOMPAS.com - Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sehat tidak hanya dilihat dari aspek fisik saja, tetapi meliputi kesejahteraan keseluruhan fisik, mental-emosional, sosial, dan bahkan spiritual.

Ketika Anda terbebas dari penyakit fisik misalnya, apakah itu hipertensi, diabetes, jantung, stroke kanker, dan sebagainya, bukan berarti Anda betul-betul sudah sehat. Bisa saja di balik fisik yang sehat, Anda ternyata seorang penipu, pembohong, maling, korup, temperamental, tidak toleran, tidak dapat menjalin hubungan-hubungan yang baik, harmonis dengan anak, istri, suami, orang tua, saudara, tetangga, atau dengan siapapun juga.

Bila Anda rajin beribadah, punya hubungan yang baik secara vertikal dengan Tuhan, tetapi hubungan horizontal dengan manusia dan alam sekitarnya tak mencerminkan hal itu - Anda tak peduli dengan anak yatim contohnya - maka Anda sebenarnya belum bisa dikatakan sehat.

Walau secara fisik kelihatan gagah, tampan, cantik, enerjik, cerdas, tetapi semua itu Anda manfaatkan hanya untuk kepentingan Anda. Apalagi untuk memperdayai orang lain, ini pun Anda tidak dapat dikatakan sehat. Anda tidak sulit menemui orang-orang seperti itu.

Kemudian, sehat tidaknya seseorang di samping tanggungjawab pribadi, siapa tetangga Anda juga akan menentukan. Anda akan sulit secara fisik menjadi sehat dalam lingkungan yang kotor, polutif. Ketika di lingkungan Anda, mereka yang tinggal di sana buang hajat di sembarang tempat, atau membuang sampah seenaknya, Anda yang tinggal di lingkungan seperti itu jelas mempunyai kemungkinan besar mengalami diare, demam berdarah dan sebagainya. Penyakit tuberkulosis, malaria, kebiasaan merokok, alkoholisme, bahkan narkoba, peranan lingkungan itu sangat menentukan. Bila di lingkungan Anda, orang-orang di sekitarnya adalah pemadat, perokok, Anda juga akan cenderung demikian.

Jadi, tetangga itu seperti halnya teman, bisa sangat menular. Bila Anda tinggal di lingkungan dengan tetangga yang sehat, Insya Allah Anda juga demikian. Sebaliknya, begitu juga kalau tetangga Anda adalah orang-orang sakit. Dan, ingat bahwa tetangga itu tidak hanya orang-orang di sekitar rumah Anda, bisa juga di tempat kerja Anda.

Bila di tempat kerja Anda banyak yang korup, Anda mau bersih sendiri akan sangat sulit. Coba tanyakan kepada mereka yang pernah korup, sedang korup, sebut saja misalnya GT, pegawai pajak itu, AF, DS, LS atau siapa saja boleh. Anda pilih sendiri karena sangat banyaknya, bahkan bisa tetangga Anda juga, apakah mereka melakukannya sendiri, tidak melibatkan orang-orang di sekitarnya yang menjadi tetangga di kantornya? Jawabannya, pasti tidak.

Namun, sayangnya sekarang ini, tak banyak diantara kita yang menyadari, apakah dirinya menjadi sumber penularan virus yang membuat orang lain di sekitarnya menjadi sakit atau sebaliknya. Ibaratnya Anda harus masuk ke dalam kakus yang bau busuk. Karena barangkali tidak punya pilihan lain, pertama-tama masuk Anda akan memencet ke dua lubang hiding Anda, tetapi karena Anda harus bernafas, pencetan di hidung itu Anda longgarkan, sedikit demi sedikit, dan bau busuk itu juga mulai Anda rasakan berkurang.

Kalau Anda kebetulan sakit perut atau pintu kakus itu tidak bisa dibuka, Anda kemudian harus berlama-lama di dalamnya, apakah hidung itu tetap Anda pencet? Saya kira tidak, Anda sudah terbiasa dengan kakus yang bau busuk itu. Bahkan, setelah Anda ke luar, bau busuk yang lengket di baju, badan Anda itu tanpa Anda sadari akan menular kepada orang lain. Ini lah yang banyak terjadi pada diri kita sekarang.

Contoh sederhana lain bahwa tetangga itu menular, adalah apa yang saya lakukan sendiri. Kebetulan ini adalah penularan yang sehat, yang membuat tetangga Saya juga menjadi lebih sehat, walau itu baru dalam batasan sehat secara fisik.

Ceritanya begini, sudah lebih dari tiga tahun saya gowes ke tempat kerja. Hari-hari pertama menggunakan sepeda, tetangga di sekitar rumah dan di tempat kerja seolah-olah tak percaya, bahkan ada yang melihatnya agak sinis. "Hmm Pak Dokter hanya cari perhatian, sensasi, pelit, dan sebagainya".

Namun, setelah beberapa bulan saya konsisten menggunakan sepeda, komentarnya kemudian berubah, "dokter saja naik sepeda, kenapa kita harus mengendarai motor kredit, lebih baik kita naik sepeda juga", demikian kira-kira komentarnya yang saya dengar. Dan, Alhamdulillah, sekarang banyak diantara mereka melakukan yang sama, bahkan melebihi saya. Bila hujan gerimis, apalagi hujan lebat, saya naik becak atau mobil sendiri, mereka tetap mengayuh sepedanya.

Banyak contoh lain yang sederhana, yang dapat kita lakukan untuk mendorong orang lain, tetangga di sekitar kita melakukan hal yang sama, demi kebaikan bersama. Misalnya, membuang sampah di tempat yang sudah disediakan, aktif ke posyandu, tidak merokok di tempat-tempat umum, menjenguk tetangga yang sakit, mengantar jenazah tetangga yang meninggal ke kuburan, aktif dalam organisasi lingkungan, kunjung mengunjungi, saling menelpon, membawakan buah tangan untuk tetangga pulang dari kampung, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan di atas, juga akan membuat Anda sendiri lebih sehat.

Karena itu, jadilah tetangga yang sehat. Sehat, tidaknya Anda akan menular kepada orang-orang di sekitar Anda, baik secara fisik, mental, sosial, ataupun spiritual. Tetaplah melakukan hal-hal yang positif, yang baik, bermanfaat, tidak hanya untuk Anda dan keluarga, tetapi juga orang-orang di sekitar Anda. Insya Allah, kebaikan itu, di samping akan menjadi contoh dan kebaikan bagi orang lain, pasti akan kembali kepada diri Anda sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com