Harimau Sumatera Terancam Penyakit

Kompas.com - 10/06/2013, 21:03 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com — Beberapa spesies harimau paling langka di dunia terancam penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebarkan anjing.

Joh Lewis, Direktur Wildlife Vets International, mengungkapkan bahwa sudah ada bukti bahwa harimau di Indonesia terancam risiko ini.

Penyakit yang dimaksud disebabkan oleh canine distemper virus (CDV). CDV berevolusi dalam beberapa dekade terakhir dari hanya menginfeksi anjing menjadi menginfeksi hewan lain juga.

Lewis berencana untuk bekerja sama dengan pihak Indonesia untuk mengembangkan strategi guna melindungi harimau dari virus ini.

Merupakan kerabat virus campak, CDV pertama dideskripsikan pada awal abad 20 dan telah tercatat berkontribusi pada hilangnya harimau tasmania.

"Kalau kita mundur ke belakang 30-40 tahun lalu, penyakit ini hanya penyakit anjing, ini hanya virus yang menyerang anjing," kata Lewis.

"Namun, dalam beberapa tahun terakhir, virus telah berevolusi dan berubah sehingga bisa menginfeksi mamalia laut seperti anjing laut dan kucing besar seperti harimau," imbuh Lewis seperti dikutip BBC, Senin (10/6/2013).

Reservoir anjing

CDV membutuhkan reservoir, seperti populasi anjing, untuk tetap efektif sebagai patogen.

Kondisi ini diketahui saat kasus pertama virus ini memberikan efek pada kucing besar didokumentasikan.

"Pada pertengahan tahun 1990, di Serengeti, Afrika, sekitar 30 persen singa mati karena CDV, yang datang dari anjing di pedesaan sekitar hutan," ungkap Lewis.

"Virus ini juga dijumpai di kucing besar Asia," imbuhnya.

"Sejak tahun 2000, di Rusian far East, dilaporkan beberapa kucing besar punya perilaku aneh dan datang ke pedesaan tanpa rasa takut menghadapi manusia," jelas Lewis.

"Dalam beberapa tahun terakhir, jaringan dari setidaknya sepasang kucing itu telah dikonfirmasi menunjukkan infeksi CDV," paparnya.

"Belum ada banyak kasus saat itu, mungkin sekitar tiga atau empat, tetapi kami berpikir mungkin ada lebih dari yang berhasil didiagnosis," jelas Lewis lagi.

Sementara harimau mampu menunjukkan respons imunitas, kebanyakan hewan langsung mati saat terpapar virus itu.

Lewis mengatakan, gejala penyakit tecermin dalam beberapa cara.

"Beberapa akan mati akibat masalah pernapasan, seperti pneumonia. Sementara beberapa akan mengalami masalah saraf seperti kehilangan rasa takut pada manusia serta menyerang," kata Lewis.

Belum ada data berapa banyak harimau yang mati. Sejauh ini data diperoleh dari observasi pada beberapa kasus di kebun binatang dan di alam liar.

Kasus harimau yang terserang CDV dijumpai di wilayah Russian Far East dan harimau kadang juga memakan anjing. Namun, sangat tak biasa harimau akan memakan anjing di perkampungan.

Kini penyelidikan asal CDV yang menginfeksi harimau diteruskan. Ada dugaan CDV ini berasal dari harimau Amur.

Sinyal yang mengkhawatirkan

Perubahan perilaku pada harimau ini menimbulkan kekhawatiran.

"Ini menempatkan harimau pada risiko besar sebab mereka kehilangan rasa takut pada pemburu atau sama saja mereka membawa diri ke situasi konflik, seperti bermain dengan lampu merah," papar Lewis.

Dalam kunjungan terakhir di Indonesia, Lewis mengatakan berdasarkan percakapan dengan penduduk lokal, CDV sudah menyerang harimau sumatera yang terancam punah.

Penduduk lokal mengatakan, harimau telah datang ke perkampungan dan kehilangan rasa takut kepada manusia.

"Bagi saya, ini menunjukkan bahwa CDV telah menunjukkan permulaan menyerang harimau sumatera," ucap Lewis mengingatkan.

"Tetapi, sebelum Anda mengatakan 'ya, itu memang efek CDV', Anda perlu melakukan diagnosis pada jaringan otak," ungkap Lewis.

"Ancaman terbesar harimau adalah hilangnya habitat serta degradasi dan perburuan. Namun, bagi saya, ancaman ketiga adalah penyakit, terutama CDV," kata Lewis.

Populasi harimau sumatera saat ini tinggal kurang dari 700 individu dengan 40 persen di antaranya adalah dewasa.

Pada bulan September 2013 nanti, Lewis akan kembali ke Sumatera dengan membawa ahli veteriner dari berbagai wilayah untuk kontak dengan harimau sumatera.

Ilmuwan akan merembuk sampel yang harus diambil dari harimau dan anjing untuk mendukung diagnosis. Kemudian, perlu dibicarakan di mana sampel akan dikerjakan dan disimpan. Setelahnya, perlu disusun strategi mitigasi dan itu takkan mudah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau