Manado, Kompas -
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Utara Ronald Sorongan, di Manado, Sabtu (8/6), memaparkan data kerusakan terumbu karang itu sesuai dengan yang diperolehnya dari ahli terumbu karang Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado. Penyebab kerusakan terumbu karang adalah kebiasaan masyarakat menggunakan bom ikan, pencurian ikan, dan pembuangan limbah yang tidak terkendali.
”Tiga faktor itu memberikan kontribusi bagi kerusakan terumbu karang. Ini harus dicegah,” kata Ronald.
Ahli terumbu karang dari Unsrat, Andris Kakaskasen Roeroe, menambahkan, perlindungan kawasan terumbu karang kini amat minim, mulai dari pengawasan bom ikan hingga kontrol terhadap pembuangan limbah. Untuk melindungi terumbu karang, perlu dilakukan perlindungan kawasan pesisir pantai dan pulau kecil serta penetapan kawasan konservasi perairan.
Sulut mempunyai garis pantai sepanjang 1.837,29 kilometer dengan 286 pulau yang menyimpan berbagai kekayaan keanekaragaman hayati perairan. Kerusakan terumbu karang menjadi ironi karena Sulut menjadi pusat pengembangan terumbu karang kawasan Asia Pasifik, Coral Triangle Initiative (CTI), dari enam negara, yakni Filipina, Malaysia, Kepulauan Solomon, Papua Niugini, Timor Leste, dan Indonesia.
Terkait upaya penyelamatan terumbu karang, Sulut mengambil inisiatif mengadakan konferensi terumbu karang sedunia, World Coral Reef Conference, tahun 2014. Sekretaris Provinsi Sulut Rahmat Mokodongan menuturkan, persiapan pelaksanaan pertemuan sudah dilakukan dengan pembentukan panitia.
Saat pelaksanaan konferensi akan dilakukan peresmian kantor Sekretariat Bersama CTI yang dibangun di kawasan Kairagi dengan anggaran Rp 49 miliar. Kantor berbentuk gedung oval itu kini selesai dibangun.
Rahmat mengatakan, pelestarian terumbu karang kerap terabaikan oleh banyak pemangku kepentingan di dunia, termasuk Indonesia. Padahal, terumbu karang merupakan cadangan pangan dunia ke depan.