Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem, Indonesia Rentan Pangan dan Buah

Kompas.com - 05/06/2013, 07:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Cuaca ekstrem, yang diprediksikan didominasi hujan sepanjang tahun di sebagian besar wilayah Indonesia, mengancam produksi pangan dan buah-buahan. Tren cuaca kini mirip dengan kondisi tahun 2010, dengan produksi tanaman buah lokal terganggu.

 

Tahun 2010, musim buah hampir tanpa rambutan, manggis, durian, dan mangga. ”Kalau hujan terus tanpa panas cukup, produktivitas buah akan terganggu,” kata Guru Besar Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Roedhy Poerwanto di Bogor, Selasa (4/6/2013).

Ia tidak bisa memastikan musim buah akhir tahun 2013 akan seperti 2010. Namun, bila intensitas hujan di sejumlah daerah seperti sekarang, hampir bisa dipastikan akhir tahun tanpa musim buah. ”Tunggu hujan Juli dan Agustus,” kata dia.

Secara biologis, curah hujan berlebih menghambat pertumbuhan bunga bakal buah. Bahkan, membuat bunga rontok. Kalaupun jadi buah, kualitasnya turun dan rasa manisnya berkurang.

Buah dan sayuran

Beberapa pekan ini, sejumlah pekebun buah di sejumlah daerah mengeluhkan cuaca. Di Tasikmalaya, Jawa Barat, petani buah manggis dan salak terancam merugi. Curah hujan tinggi mematikan banyak bibit salak salman sebelum berbunga.

”Bila dulu bisa panen dua bulan sekali dengan hasil 8-10 kilogram per pohon, kini hanya setahun sekali dengan hasil 4-5 kilogram per pohon,” kata petani salak di Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya, Gumilar (63).

Cuaca ekstrem juga menggelisahkan petani manggis di Kecamatan Puspahiang, Tasikmalaya. Wahri (56), pemilik lahan 4 hektar, dulu bisa menghasilkan 4 ton manggis sekali panen yang setara dengan Rp 40 juta. Namun, ia memperkirakan tahun ini hanya akan mendapat setengahnya.

”Kemarau terlalu sebentar, tak banyak manggis berbuah. Bila musim hujan datang, tak akan ada perkawinan buah,” katanya.

Panen raya manggis di Tasikmalaya terjadi empat tahun lalu, setelah itu melempem. ”Penyebabnya cuaca tak menentu. Hujan yang mengguyur Tasikmalaya menghambat pembuahan manggis,” kata Kepala Bidang Hortikultura di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya Tia Kustiadi.

Pembuahan manggis butuh waktu kering atau musim kemarau, 2-3 bulan. Durasi kemarau lalu kurang dari dua bulan sehingga pembuahan tak maksimal.

Sementara itu, di Bima, NTB, petani bawang merah juga merugi. ”Umbi kehitaman dan hancur ketika dipegang. Daun membusuk karena terlalu banyak diguyur hujan,” kata Ketua Kelompok Tani Kalate di Desa Lido, Kabupaten Bima, Jahdian (53).

Di luar salak, manggis, dan bawang merah, ancaman juga berlaku untuk industri gula. Di Kudus, Jawa Tengah, dilaporkan produksi gula rakyat terhambat. Cuaca tak menentu juga membuat biaya tebang angkat tebu membengkak.

Administratur Pabrik Gula (PG) Rendeng PT Perkebunan Nusantara IX Teguh Agung Tri Nugroho mengatakan, hujan di Kudus yang tinggi memperlambat pasokan bahan baku tebu. PG Rendeng yang biasa menggiling tebu 24.000 kuintal per hari, kini 18.000-22.000 kuintal per hari.

”Realisasi produksi gula jadi tak sesuai target. Dalam 15 hari giling, PG Rendeng hanya mampu memproduksi gula 1.125 ton, seharusnya 3.750 ton,” kata dia. Cuaca tak menentu menyebabkan rendemen/kadar gula tebu rendah, yaitu 6,51 persen. Target rendemen PG Rendeng 7,2 persen.

Di Malang, Jawa Timur, dampak cuaca ekstrem mengganggu masa berbunga jenis krisan dan pikok. ”Biasanya, awal Juni seperti ini sudah kemarau dan produksi bunga sangat bagus,” ucap Nyarmu, petani di Beru, Kecamatan Bumi Aji.

Saat cuaca bagus, ia biasa memanen 800-1.000 kuntum bunga krisan per pekan. Kini, seperempatnya, 200-400 kuntum setiap minggu. Begitu pula dengan bunga pikok. Di Jatim dan Jateng, cuaca juga mengganggu perkebunan tembakau.

Tanaman pangan

Bila jenis hortikultura terdampak buruk, kondisi tanaman pangan menunjukkan optimisme. Penanaman padi musim kedua (April-September) diperkirakan sukses.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, masih ada penyerapan pupuk. ”Itu berarti petani masih menanam hingga bulan ini,” kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Gatot Irianto.

Tahun 2010, dengan kondisi cuaca lebih basah dari saat ini, produksi tanaman pangan, khususnya padi, tetap terbilang masih bagus. Namun, kondisi alam tak selalu sama persis.

Peringatan disampaikan peneliti hama pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hari Sutrisno. ”Kondisi basah yang membuat kelembaban tinggi akan memicu ledakan hama wereng dan penggerek batang,” kata dia.

Ledakan itu, di antaranya juga disebabkan minimnya populasi lebah parasit musuh alami wereng dan penggerek batang. Parasit itu terganggu pertumbuhannya saat kelembaban tinggi.

Hari mengatakan, Dinas Pertanian Jawa Timur perlu kewaspadaan tinggi saat ini, satu bulan sebelum panen raya padi di Ngawi. ”Bulan Maret-April lalu, wereng dan penggerek batang padi kuning sudah muncul di Ngawi. Waspada sekarang ini,” kata dia.

Ia menyarankan penebaran lebah parasit musuh wereng dan penggerek batang. Laboratorium pengamat hama di Jatim bisa menghasilkan parasit itu.

”Yang dibutuhkan saat ini adalah antisipasi nyata di lapangan. Bila kondisi terus basah seperti sekarang, saya yakin ada produksi pangan dan hortikultura terancam,” kata Hari.(CHE/HEN/SIR/WER/DIA/SIR/ REK/MKN/IDR/MAR/GSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com