Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Muka Laut, Siklon, dan Kemarau Basah

Kompas.com - 03/06/2013, 16:46 WIB

Oleh Nawa Tunggal

KOMPAS.com — Pola angin menunjukkan keganjilan. Pola itu khas arah angin musim hujan. Padahal, bulan Mei merupakan pancaroba menuju kemarau. Hujan deras pun mengguyur hampir di seluruh Sumatera dan Jawa, termasuk Jakarta dengan dampak genangan dan kemacetan yang menguras emosi.

Hujan deras itu terjadi pada tengah malam disertai petir menyambar-nyambar. Itu sifat cuaca pada musim hujan,” kata Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hariadi, Jumat (31/5/2013), di Jakarta.

Hujan deras tengah malam disertai petir menggelegar di antaranya terjadi Rabu (29/5/2013) hingga Kamis (30/5/2013) dini hari. Hariadi menunjukkan, pola angin yang ganjil itu berasal dari Samudra Hindia bergerak ke timur laut menusuk Jawa dan Sumatera, lalu berbelok ke timur.

Pola angin itu mirip pola angin baratan atau monsunal Asia dari barat ke timur. Ini biasanya berlangsung selama musim hujan. Musim kemarau, angin monsunal Australia berembus jadi angin timuran.

Dampak fenomena itu diprediksi mengganggu cuaca. Musim kemarau tahun ini akan lebih banyak hujan dibandingkan dengan pola musim kemarau normal. Ini kerap disebut kemarau basah. ”Pola angin yang menimbulkan gangguan cuaca pada musim kemarau ini diprediksi berlangsung dua sampai tiga bulan ke depan,” kata Hariadi.

Anomali bisa merugikan. Udara kering saat kemarau yang disertai hujan akan menimbulkan kelembaban tinggi. Bagi pertanian, kondisi itu berarti mengundang berbagai hama.

Seperti terjadi tahun 2010, hujan dengan intensitas tinggi di sela-sela hari yang panas saat kemarau mengganggu proses pembungaan pada jenis tanaman buah. Akhirnya, musim buah terlewatkan: tidak ada musim rambutan, manggis, mangga, dan lain-lain.

Hilangnya pembungan berdampak pada ekosistem. Lebah atau serangga lain akan kesulitan mendapatkan nektar bunga untuk kelangsungan hidup. Para peternak lebah pun mau tak mau menjadi koki membuat gula buatan bagi lebah piaraannya.

Ancaman lain, kerentanan tanah longsor semakin tinggi. Morfologi tanah lempung akan cepat memuai ketika kondisi panas, lalu terguyur hujan. Itu menimbulkan ketidakstabilan tanah dan memicu longsor.

Hujan dan siklon

Kepala Subbidang Siklon Tropis BMKG Fachri Radjab mengatakan, suhu muka laut Samudra Hindia saat ini di atas pola normal. Kondisi itu banyak memasok massa uap air yang lalu menjadi awan hujan, di antaranya mengguyur wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

”Banyaknya massa uap air menjadi prasyarat tumbuhnya siklon tropis. Siklon menimbulkan hujan deras, tetapi tidak semua hujan deras karena siklon,” kata Fachri.

Hujan berintensitas tinggi jadi fenomena saat ini. Dengan daya dukung lingkungan yang kian merosot, bencana banjir dan tanah longsor hanya soal waktu.

Menurut Fachri, siklon identik menimbulkan hujan lebat. Namun, fenomena saat ini hujan deras tak selalu bisa dikaitkan dengan kejadian siklon.

Tingginya suhu muka laut, misalnya Samudra Hindia, seperti sekarang banyak menimbulkan pusat tekanan rendah yang tak berhasil meningkat menjadi bibit siklon atau menjadi siklon. Namun, hujan lebat tetap berlangsung dengan intensitas tinggi di Jawa bagian barat dan Sumatera bagian selatan.

Kejadian siklon di Samudra Hindia selatan Indonesia pada 2012-2013 tercatat 10 kejadian. Dari 10 kejadian siklon di selatan Indonesia itu, ada dua kali (Iggy dan Heidi) pada Januari 2012. Pada Januari 2013, jumlah siklon melonjak jadi empat kali (Narelle, Victoria, Oswald, dan Peta). Selain itu, dua siklon (Koji dan Lua) terjadi pada Maret 2012, satu kali (Mitchel) pada Desember 2012, dan satu kali (Rusty) pada Februari 2013.

Kejadian siklon di utara Indonesia (Samudra Pasifik barat laut) pada periode tahun yang sama antara 2012-2013, ternyata jauh lebih tinggi. Jumlah kejadian ada 23 kali siklon. Siklon terakhir tercatat Februari 2013, yaitu siklon Shan-Shan. Jumlah kejadian terbanyak pada Oktober 2012 sebanyak lima kali siklon, disusul Juni dan Agustus masing-masing empat siklon.

Kondisi Juni

Kondisi banyak hujan secara hampir merata di Indonesia bagian barat dan timur bisa terjadi selama Juni 2013. Ini dengan asumsi intensitas siklon di utara Indonesia pada Juni 2013 tetap tinggi, tak beda jauh dengan tahun sebelumnya, sebanyak empat kali.

Pengajar pada Departemen Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Zadrach Leudofij Dupe, mengatakan, gangguan cuaca saat ini merupakan hasil kombinasi kejadian La Nina lemah di Samudra Pasifik barat, Dipole Mode (kondisi yang ditandai beda suhu muka air laut) di Samudra Hindia, dan suhu muka laut hangat di wilayah perairan Indonesia.

”Gangguan cuaca yang terjadi sekarang akibat pengaruh lokal, regional, dan global,” katanya.

Pengaruh lokal ditunjukkan dengan adanya konveksi/penguapan yang kuat saat pancaroba. Kemudian mudah terbentuk awan kumulonimbus yang menjulang secara tiba-tiba dan menimbulkan banyak petir.

Pengaruh regional ditunjukkan oleh fenomena La Nina lemah di Samudra Pasifik barat dan Dipole Mode di Samudra Hindia. Pengaruh global ditengarai adanya kejadian ekstrem panas dan dingin pada setiap musim. Misalnya, di belahan bumi selatan pada musim panas tercapai rekor suhu terpanas. Begitu pula pada musim dingin di belahan bumi utara, tercapai rekor suhu terdingin.

”Penjalaran atau osilasi udara (Madden-Julian Oscillation/ MJO) dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik juga berpengaruh kuat,” kata Zadrach.

Menurut Zadrach, saat ini terjadi keganjilan fenomena cuaca yang diperkirakan menyebabkan kemarau basah sepanjang tahun 2013. Kondisinya mirip tahun 2010.

Bila kemarau basah pada 2010 disebabkan La Nina, pada 2013 disebabkan gabungan La Nina di Samudra Pasifik dan Dipole Mode di Samudra Hindia. Kedua fenomena itu saling memperkuat sehingga banyak hujan saat kemarau.

Merunut riwayat cuaca sejak tahun 1900, kondisi ini bukan istimewa. Yang dibutuhkan sekarang adalah kesadaran bersama menjaga lingkungan supaya masyarakat bisa hidup berdamai dengan ketidakpastian iklim dan cuaca.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com