Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenyangkan Perut, Kosongkan Kepala

Kompas.com - 03/06/2013, 02:31 WIB

Oleh René L Pattiradjawane

Berada di tengah Lapangan Tiananmen, 24 tahun lalu, memberi perspektif berbeda tentang arti memperjuangkan nasib orang banyak. Peristiwa berdarah gerakan prodemokrasi di Lapangan Tiananmen, 3-4 Juni 1989, menjadi inspirasi gerakan prodemokrasi di seluruh dunia dalam berbagai pengejawantahannya, mulai dari runtuhnya Tembok Berlin, peristiwa berdarah Trisakti yang membuka jalan reformasi Indonesia, sampai gelombang Musim Semi Arab.

Kita memahami ternyata ”berkarung-karung kebenaran akan selalu tertindas oleh segenggam kekuasaan”. Ini yang menjadi esensi gerakan prodemokrasi di Lapangan Tiananmen ataupun gerakan protes massal di mana pun di dunia.

Awalnya, protes mahasiswa China di pengujung tahun 1980-an dipicu kekhawatiran atas reformasi ekonomi yang melaju dengan kecepatan tinggi sebagai pengejawantahan Modernisasi Empat. Namun, inflasi dan korupsi pun melesat dengan cepat pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Mahasiswa China berinisiatif menuntut modernisasi ke-5, manifesto yang ditulis aktivis Wei Jingsheng di ”Tembok Demokrasi”, Desember 1978. Modernisasi ke-5 Wei, selain sektor pertanian, industri, pertahanan nasional, dan ilmu pengetahuan rumusan Partai Komunis China (PKC), adalah modernisasi politik mendorong demokrasi dan kebebasan individu.

China memiliki sejarah panjang pergerakan, mulai Perang Boxer pada pertengahan 1800- an, revolusi komunis pertengahan 1900-an, Revolusi Kebudayaan pertengahan 1960-an sampai pertengahan 1970-an, protes politik 1980-an, hingga protes massa yang dimulai sejak 1990-an. Sejak tahun 2010, tercatat lebih dari 180.000 kali unjuk rasa dan kerusuhan, dan meningkat secara drastis setiap tahunnya, di negeri itu.

Kenyangkan perut

Di tengah kemajuan teknologi komunikasi informasi, ketidakpuasan rakyat China bercampur aktivis warga di jejaring internet memungkinkan lingkup tuntutan menjadi lebih luas, tak hanya masalah reformasi politik saja. Rakyat China memperluas tuntutannya pada akuntabilitas atas krisis lingkungan, korupsi yang merajalela, pencemaran produk konsumen, pencurian lahan rakyat besar-besaran, serta peningkatan kesetaraan sosial dan ekonomi.

Ketika ekonomi sosialis PKC beralih menjadi ekonomi kekuatan pasar selama dua dekade terakhir ini, ragam protes dan unjuk rasa berbeda dengan 24 tahun lalu. Setidaknya ada empat asal unjuk rasa muncul, yakni para pekerja migran berkaitan dengan pelecehan hak buruh, korban penggusuran tanah, korban degradasi kualitas lingkungan hidup, dan etnik minoritas yang diperlakukan tak adil oleh orang-orang etnik Han yang mayoritas.

Keterkaitan berbagai unjuk rasa dengan perjuangan gerakan prodemokrasi di Lapangan Tiananmen 24 tahun lalu menunjukkan bahwa kekuasaan PKC sejak awal menganut diktum filosof Lao Zi menyebut xu qi xin, shi qi fu (kosongkan pemikiran di kepala, kenyangkan perut). Diktum ini menganggap selama rakyat kenyang dan tidak memiliki gagasan reformasi politik, legitimasi PKC akan tetap abadi.

Di sisi lain, gerakan prodemokrasi Tiananmen 1989 sampai sekarang masih mendengungkan persoalan luas China. Dalam arus modernisasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, para martir Tiananmen 1989 menggurat masalah masyarakat China modern yang tak stabil di akar rumput, kekecewaan di strata menengah, dan tak terkendali di pucuk pimpinan. (Twitter: @renepatti )

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com