Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musi Dibiarkan Tercemar

Kompas.com - 20/05/2013, 03:21 WIB

PALEMBANG, KOMPAS - Sungai Musi dibiarkan tercemar sehingga kualitas airnya terus menurun. Sejumlah titik di sungai terpanjang di Sumatera itu kini tercemar berat, terutama oleh limbah rumah tangga, pertanian, dan sedimentasi dari pembukaan lahan, serta pertambangan di sekitar daerah aliran sungai.

Daru Setyo Rini dari Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai (Inspirasi), Minggu (19/5), di Palembang, mengatakan, tingginya pencemaran oleh limbah rumah tangga disebabkan padatnya permukiman di tepi Sungai Musi yang langsung bersinggungan dengan bibir sungai. ”Idealnya jarak permukiman dengan tepi sungai lebih dari 100 meter. Namun, di Sumatera Selatan banyak permukiman berada tepat di atas bibir sungai,” kata Rini.

Berdasarkan data pemantauan kualitas air sungai Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel 2012, pencemaran tertinggi terdapat di area tepi sungai yang padat permukiman. Dari 30 titik pemantauan di 15 kota/kabupaten, 4 titik tercemar berat, 25 titik tercemar sedang, dan 1 titik tercemar ringan.

Di Palembang, dari 10 titik pemantauan, 9 titik tercemar berat dan 1 titik tercemar ringan. Pencemaran semakin tinggi di tengah perkotaan, seperti Jembatan Jalan Angkatan 45, Jembatan Sekip Tengah, dan Jembatan Jalan Ali Gatmir 13 Ilir.

Unsur pencemar tertinggi adalah senyawa fosfat yang terdapat dalam sabun dan detergen yang digunakan masyarakat. Pencemar organik tertinggi adalah bakteri E coli yang berasal dari kotoran manusia. Hal ini karena masih tingginya aktivitas mandi, cuci, dan kakus, serta membuang sampah ke Sungai Musi.

Pencemaran juga berasal dari sedimentasi akibat pembukaan lahan dan pertambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi. Akibatnya, air menjadi keruh oleh lumpur dan pasir.

Ketua Forum DAS Sumsel Edward Saleh menilai, sebagian besar lahan DAS dalam kondisi kritis dan potensial kritis. Dari luas total DAS Musi 8,1 juta hektar, hanya sekitar 2,1 juta hektar dalam kondisi baik, sedangkan 240.202 hektar sangat kritis.

Penggiat pelestarian sungai dari Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan, pencemaran sungai terus terjadi karena lemahnya pengawasan pembuangan limbah dan belum berjalannya penataan permukiman dan penggunaan lahan di sekitar tepi sungai. Masyarakat juga kurang dilibatkan dalam menjaga lingkungan sungai.

Kepala Sub-bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan BLH Sumsel Atep Radiana mengatakan, Sumsel belum mempunyai komunitas masyarakat yang bisa mengelola dan menjaga sendiri kelestarian sungai di sekitarnya. Dibandingkan dengan kondisi lima tahun lalu, pencemaran Sungai Musi bergeser dari pencemaran limbah industri menjadi pencemaran limbah rumah tangga. Hal ini karena pengawasan pembuangan limbah industri telah diperketat.

Kasus di Banyuwangi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com