Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Gerhana Besok, Matahari Akan Tampak seperti Tanduk

Kompas.com - 09/05/2013, 13:29 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gerhana matahari sebagian (GMS) akan terjadi pada Jumat (10/5/2013) pagi besok. Pada saat gerhana, Matahari akan punya kenampakan unik karena sebagian piringannya "dimakan" oleh Bulan yang menutupinya.

Astrofisikawan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, mengatakan, "Saat terbit, Matahari akan tampak berbentuk tanduk karena fenomena gerhana yang terjadi."

Matahari yang berbentuk tanduk saat terbit bisa dilihat di wilayah Jawa, termasuk Jakarta. Bagian kanan bawah piringan Matahari akan tampak cuil, merepresentasikan bagian yang tertutup oleh Bulan. Masyarakat bisa menyaksikan kenampakan ini tepat saat Matahari terbit.

 

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Jakarta
Kenampakan Matahari saat terbit dari wilayah Jawa. Dok: Thomas Djamaluddin

 

Di Sulawesi, kenampakan Matahari akibat gerhana bahkan lebih beragam. Hal ini karena lebih banyak fase gerhana yang bisa dilihat. Jawa hanya bisa menyaksikan fase akhir gerhana. Sementara itu, wilayah Makassar bisa menyaksikan saat awal, puncak, dan akhir gerhana.

Di wilayah Makassar, Sulawesi Selatan; gerhana matahari bisa dilihat sejak saat Matahari terbit hingga sekitar pukul 07.37 Wita. Berbeda dengan di Jawa, saat terbit, Matahari di Makassar akan tampak cuil di bagian atas.

Seiring pergerakan Bulan, kenampakan dan bagian Matahari yang cuil pun akan berubah. Saat puncak gerhana, Matahari menyerupai bulan sabit, tetapi lebih tebal. Pada saat akhir, Matahari akan tampak serupa tanduk.

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Makassar-terbit

 

 

 

Kenampakan Matahari saat awal fase gerhana dari wilayah Makassar. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Makassar-puncak

 

Kenampakan Matahari saat puncak gerhana dari wilayah Makassar. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Makassar-0725 WITA

 

Kenampakan Matahari saat akhir gerhana dari wilayah Makassar. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

Kenampakan Matahari mirip dengan di Makassar juga bisa dilihat di wilayah Indonesia timur, seperti Jayapura. Pada puncak gerhana, dari Jayapura tampak bahwa bagian Matahari yang tertutupi oleh Bulan lebih besar. Di Jayapura, gerhana bisa dilihat dari pukul 06.37 hingga 09.22 WIT.

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Jayapura-0700 WIT  

 

Kenampakan Matahari saat awal gerhana dari wilayah Jayapura. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Jayapura-Puncak WIT

 

Kenampakan Matahari saat puncak gerhana dari wilayah Jayapura. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

 

GMS 10 Mei 2013-Ketampakan Jayapura-0900 WIT

 

Kenampakan Matahari saat akhir gerhana dari wilayah Jayapura. Dok: Thomas Djamaluddin.

 

Thomas menguraikan, perubahan kenampakan Matahari selama gerhana terjadi karena gerakan bulan. "Pada saat awal gerhana bulan bergerak dari arah barat lalu perlahan bergerak ke timur mendekati akhir gerhana," katanya.

Matahari yang berbentuk mirip bulan sabit mencerminkan fase puncak gerhana. Sementara Matahari yang berbentuk tanduk mencerminkan fase akhir gerhana, Bulan mencuil bagian bawah piringan Matahari.

Untuk besarnya piringan Matahari yang "dimakan" oleh Bulan, Thomas mengungkapkan bahwa hal tersebut tergantung pada lokasi tempat melihat. Pada lokasi yang lebih tepat, piringan Matahari tampak cuil lebih besar.

Sementara itu, untuk gerhana kali ini, tutupan piringan Matahari maksimum bisa dilihat dari wilayah Pasifik. Dari sana akan tampak fenomena gerhana matahari cincin. Cincin api akan tampak pada pinggiran permukaan Matahari.

Fenomena gerhana matahari cincin adalah yang terunik. Fenomena ini terjadi karena bayang-bayang Bulan yang menutupi permukaan Matahari tidak sampai ke Bumi. Gerhana matahari cincin pernah terjadi di Indonesia pada tahun 2009.

Tahun ini, akan ada dua fenomena gerhana matahari. Gerhana matahari berikutnya akan terjadi pada 3 November 2013. Saat itu, beberapa wilayah akan berpotensi mengalami gerhana matahari total.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Ilmuwan Ungkap Manfaat Minum Kopi Sebelum Tidur Siang

Ilmuwan Ungkap Manfaat Minum Kopi Sebelum Tidur Siang

Oh Begitu
Berapa Usia Planet Tertua di Tata Surya?

Berapa Usia Planet Tertua di Tata Surya?

Oh Begitu
Berapa Jumlah Mata Laba-laba?

Berapa Jumlah Mata Laba-laba?

Oh Begitu
Cerita Astronot saat Berjalan di Bulan, Seperti Apa Rasanya?

Cerita Astronot saat Berjalan di Bulan, Seperti Apa Rasanya?

Oh Begitu
Apakah Kucing Bisa Tersenyum?

Apakah Kucing Bisa Tersenyum?

Oh Begitu
Hewan Apa yang Bisa Mengenali Dirinya Sendiri di Cermin?

Hewan Apa yang Bisa Mengenali Dirinya Sendiri di Cermin?

Oh Begitu
3 Manfaat Daging Buah Kelapa untuk Kesehatan

3 Manfaat Daging Buah Kelapa untuk Kesehatan

Oh Begitu
5 Tanda Tubuh Kekurangan Protein yang Perlu Diperhatikan

5 Tanda Tubuh Kekurangan Protein yang Perlu Diperhatikan

Oh Begitu
Ilmuwan Kembangkan Metode Deteksi Kanker Ovarium Lebih Awal

Ilmuwan Kembangkan Metode Deteksi Kanker Ovarium Lebih Awal

Kita
Ilmuwan Temukan Gundukan Rayap Tertua di Bumi

Ilmuwan Temukan Gundukan Rayap Tertua di Bumi

Fenomena
Mengapa Jeruk Terkadang Terasa Pahit?

Mengapa Jeruk Terkadang Terasa Pahit?

Oh Begitu
Ekspedisi Sisi Jauh Bulan Kembali Dilakukan

Ekspedisi Sisi Jauh Bulan Kembali Dilakukan

Fenomena
Minum dari Botol Plastik Bisa Tingkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

Minum dari Botol Plastik Bisa Tingkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

Kita
5 Hewan yang Hidup Secara Berkelompok

5 Hewan yang Hidup Secara Berkelompok

Oh Begitu
Ahli Temukan Kasus Pertama Down Syndrome pada Neanderthal

Ahli Temukan Kasus Pertama Down Syndrome pada Neanderthal

Fenomena
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com