Jakarta, Kompas -
Program Manajemen dan Rehabilitasi Terumbu Karang (Coremap) III (2013-2017) didanai 100 juta dollar AS dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Itu terdiri dari pinjaman 80 juta dollar AS dan hibah 20 juta dollar AS.
”Faktanya, Coremap tak efektif/gagal dan rawan kebocoran dana,” kata Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), di Jakarta, Kamis (2/5).
Ia juga menunjukkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berjudul ”Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang Tahun 2011 s.d Semester I 2012 ”. Lokasi audit pengelolaan terumbu karang (termasuk Coremap II) di Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Auditor BPK menemukan fakta, desain, dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan terumbu karang pada Coremap II belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir. Ketidaksesuaian itu di antaranya mata pencarian alternatif (MPA), dana bergulir, serta pembangunan dan pemanfaatan prasarana sosial.
Selain itu, BPK juga menunjukkan indikator kondisi biofisik sebelum dan sesudah program berlangsung. Hasilnya, tutupan karang hidup tidak berubah signifikan atau cenderung mengalami penurunan.
Kiara juga menunjukkan kajian tahun 2009 di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, salah satu lokasi Coremap II. Hasilnya, program konservasi terumbu karang membatasi akses nelayan tradisional dan mengabaikan kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut.
”Sejak perencanaan, masyarakat nelayan tak dilibatkan menentukan bentuk pengelolaan konservasi wilayah pesisir. Ironisnya, KKP malah ingin melanjutkan proyek Coremap III,” kata Selamet Daroyni, juga dari Kiara.
Ditemui terpisah, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad mengatakan, audit BPK tak menyebutkan pengelolaan Coremap buruk. Ia justru mengatakan, penilaian tim independen, termasuk Bank Dunia, menunjukkan pengelolaan terumbu karang melalui program coremap