Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dieng Minta Diperiksa

Kompas.com - 04/04/2013, 04:02 WIB

BANJARNEGARA, KOMPAS - Warga sekitar Kawah Timbang, Desa Sumberejo, Banjarnegara, Jawa Tengah, minta ada pemeriksaan kesehatan rutin mengantisipasi kian pekatnya bau belerang di permukiman. Mereka mulai sesak napas, batuk, dan mual akibat menghirup bau belerang berhari-hari.

Torib Wiryo Suripto (67), warga Dusun Simbar, Sumberejo, Rabu (3/4), mengatakan, ”Saat bau belerang menyengat, dada rasanya sesak. Napas tersengal-sengal. Saya khawatir ada masalah di paru-paru,” tuturnya.

Terakhir, ia mencium bau belerang pada Selasa sekitar pukul 03.00 WIB. Selain sulit bernapas, ia merasa pusing. Jarak rumahnya dengan Kawah Timbang sekitar 1,5 kilometer.

Sejak statusnya dinaikkan dari Waspada (level II) menjadi Siaga (level III) pada Rabu (27/3), bau belerang dari hidrogen sulfida (H2S) kawah Timbang semakin sering tercium di permukiman warga. Penelitian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Selasa lalu, diketahui gas H2S terdeteksi di permukiman warga meskipun konsentrasinya masih pada batas aman hirup manusia.

Bau belerang paling sering tercium di Dusun Serang dan Sumber, sekitar 1,2 kilometer di barat kawah. Arah angin lebih sering berembus ke dua desa tersebut.

Menurut Muhamad Jupri (55), warga Dusun Serang, Sumberejo, bau belerang terutama tercium saat cuaca mendung. Puluhan warga di dusunnya pusing, mual, dan terganggu pernapasannya. ”Kebanyakan anak kecil dan lanjut usia. Bahkan, ada beberapa anak muntah-muntah, bahkan diare. Kami berharap ada pemeriksaan kesehatan,” ujar dia.

Kepala Pos Pemantauan Gunung Api Dieng Tunut mengatakan, konsentrasi gas dari Kawah Timbang masih relatif tinggi meski cenderung turun. ”Gas yang dibaui warga kemungkinan belerang dan mungkin akumulasi, bukan hari-hari ini saja. Untuk CO2 cenderung berkurang, mungkin karena semburannya sekarang tinggi sehingga tak terkonsentrasi dekat sini,” katanya.

Mengantisipasi muncul gas dari rekahan tanah, PVMBG meneliti kandungan CO2 dalam tanah pada 3 April 2013.

Menyebabkan korosi

Menurut Kepala Desa Sumberejo Ibrahim, kekhawatiran warga kian meningkat, setelah sejumlah perabotan di rumah yang terbuat dari tembaga atau aluminium berubah warna dan mengalami korosi. Bahkan, perhiasan emas di bawah 24 karat berubah memutih.

Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara Puji Astuti mengatakan, akhir pekan lalu 35 pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Batur I ataupun dokter di pos darurat bencana. Menurut dia, masker debu tidak efektif mencegah dampak gas belerang. Cara paling tepat menjauhi gas H2S.

Puji menambahkan, pihaknya telah mengirim sampel temuan itu ke Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Yogyakarta. Namun, belum diperoleh hasil. ”Untuk menghindari efek buruk, warga jangan memegang barang yang korosi tanpa sarung tangan,” katanya.

Ketua PMI Banjarnegara Setiawan mengatakan, pihaknya telah membuka posko kesehatan di belakang rumah dinas Camat Batur. Warga yang merasa sakit diimbau segera memeriksakan diri ke posko.

Ijen dan Guntur

Dari Banyuwangi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi meminta wisatawan tidak nekat naik ke puncak Ijen di perbatasan Banyuwangi dan Bondowoso, Jawa Timur. Kawah Ijen dan radius 1,5 km di sekitarnya ditutup karena berpotensi mengeluarkan gas beracun CO dan CO2.

”Memang tak ada kasus besar, namun kondisi Ijen berdasar laporan PVMBG sangat fluktuatif, kami tak ingin ambil risiko. Kalau sewaktu-waktu keluar gas beracun bagaimana?” kata Kepala BPBD Banyuwangi Wiyono.

Di Bandung, aktivitas vulkanik Gunung Guntur di Kabupaten Garut dilaporkan menurun. Namun, PVMBG merekomendasikan larangan kegiatan warga pada radius 2 km dari puncak.

”Tak terpantau adanya tremor menerus. Alat pemantau kegempaan hanya merekam 1 kali gempa tektonik jauh, 1 kali gempa tektonik lokal, dan 3 kali gempa vulkanik dangkal. Artinya, aktivitas vulkanik menurun dibandingkan dengan kemarin,” kata Kepala PVMBG Badan Geologi Surono.

Sebelumnya, PVMBG menaikkan status Gunung Guntur dari Aktif Normal menjadi Waspada, Selasa lalu. Namun, penurunan aktivitas itu tidak otomatis mengubah status Waspada. (GRE/AIK/NIT/ELD/CHE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com