Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tutup Buku" Perburuan Hiu dan Manta

Kompas.com - 25/03/2013, 03:06 WIB

Perbandingan

Maladewa, yang sejak 1980 melarang penangkapan hiu dan manta, kini menjadi destinasi wisata selam terfavorit. Setiap ikan hiu abu-abu di perairan setempat bisa menghasilkan 33.500 dollar AS tiap tahun dari hasil wisata serta berkelanjutan tiap tahun.

Wisata selam hiu paus (Rhincodon typus) di Australia bernilai 282.000 dollar Australia per tahun. Di Hawai, terutama di Pulau Kona, menyelam bersama ikan pari manta sedikitnya menawarkan pendapatan 2,5 juta dollar AS per tahun. Bisa dibandingkan dengan nilai seekor manta mati yang hanya dihargai paling tinggi 500 dollar AS.

Mengutip berbagai studi, Mark Erdmann menunjukkan, seekor hiu di Indonesia, sebagai obyek pariwisata, bisa bernilai Rp 300 juta hingga Rp 1,8 miliar per tahun. Atau mencapai Rp 18 miliar selama fauna itu dijaga kehidupannya.

Adapun harga ekor/sirip hiu yang sama mempunyai nilai Rp 1,3 juta sebagai daging/sirip. Dan, itu kenikmatan sesaat.

Melihat potensi itu, Kabupaten Raja Ampat yang menggantungkan pendapatan dari pariwisata dan perikanan, tahun lalu menerbitkan Peraturan Daerah No 9/2012 yang melarang penangkapan hiu dan manta di seluruh perairannya. Terobosan dari daerah itu mengenyak pemerintah pusat, yang hingga kini tak memiliki regulasi nasional perlindungan hiu, terlebih manta.

Di Indonesia, secara nasional, penangkapan hiu dan manta masih terbuka. Baru hiu gergaji (Pristis microdon) yang dilindungi Peraturan Pemerintah No 7/1999 dan hiu tikus/thresher shark (Alopias sp) dilindungi berdasar komitmen Komisi Tuna Samudra Hindia (IOTC).

Kabar baik kembali datang, Pertemuan Para Pihak (COP) Ke-16 Perdagangan Spesies Flora-Fauna Terancam Punah (CITES) 2013 di Bangkok meniupkan angin segar upaya meningkatkan populasi predator itu di alam. Tiga jenis hiu (Sphyrna lewini, S mokarran, dan S zygaena) serta dua jenis manta (Manta birostris dan M alfredi) ditetapkan masuk daftar Apendiks II CITES. Sidang akhir CITES juga menyetujui masuknya hiu oceanic white tip (Carcharhinus longimanus) dan porbeagle (Lamna nasus) ke dalam Apendiks II. Artinya, dilarang ketat diperdagangkan, kecuali untuk penelitian.

Meski Indonesia semula berusaha menolak ketiga hiu gergaji dan pari manta masuk daftar CITES, dengan dalih keterbatasan data dan kesiapan masyarakat yang menggantungkan hidup dari penangkapan hiu/ manta, toh perjanjian global CITES yang telah diratifikasi Indonesia harus dilaksanakan. Indonesia punya waktu hingga 18 bulan mendatang untuk menerbitkan dan menegakkan peraturan perlindungan hiu.

Sudah saatnya Indonesia tutup buku penangkapan hiu maupun manta. Itu memberi waktu bagi hiu dan manta untuk memulihkan diri sekaligus menyiapkan masa depan Indonesia sebagai negeri bahari bagi pariwisata dan perikanan berkelanjutan. (ICHWAN SUSANTO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com