Jakarta, Kompas -
Seperti dilaporkan AFP, Sidang Pleno Pertemuan Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa yang Terancam Punah (CITES) di Bangkok, Kamis (14/3), sepakat melindungi spesies-spesies itu. Pertemuan sejak 3 Maret itu dinilai kemenangan besar perlindungan hiu dari penangkapan ilegal dan berlebih.
Pengetatan perdagangan hiu di antaranya ditentang Jepang dan China yang konsumsi sirip hiu sangat besar. Sirip hiu jadi bahan sup dan obat tradisional.
Tentangan juga datang dari negara lain, termasuk Indonesia yang dicap sebagai produsen sirip hiu terbesar di dunia. Indonesia menolak tiga hiu martil (Sphyrna lewini, S mokarran, dan S zygaena) serta pari manta masuk Apendiks II dengan dalih keterbatasan penelitian.
Brasil, Kolombia, Kosta Rika, Denmark, Ekuador, Honduras, dan Meksiko usul agar hiu martil dan manta masuk Apendiks II CITES. Artinya, belum terancam punah, tetapi perdagangan dibatasi. ”Populasi hiu di dunia turun drastis,” kata Glenn Sant dari Traffic, organisasi internasional dalam perlindungan perdagangan fauna liar.
Sementara itu, Direktur Konservasi WWF Indonesia Nazir Foead mengatakan, keterbatasan penelitian di Indonesia tidak bisa jadi alasan menolak pengetatan perdagangan hiu dan manta.
”Secara global, populasi ikan ini sangat jauh menurun. Di sisi lain, Indonesia produsen sirip hiu terbesar di dunia. Logikanya, kita harus ikut tanggung jawab atas penurunan populasi hiu di dunia,” kata dia.(ICH)