Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Itik, Tempat Koalisi Genetik

Kompas.com - 12/02/2013, 20:06 WIB

KOMPAS.com - Para peneliti melaporkan, unggas air, termasuk itik dan entok, berperan penting dalam regenerasi, penyebaran, dan penularan virus avian influenza. Replikasi virus avian influenza pada itik, terutama berlangsung di saluran pencernaan. Virus itu dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam kotoran.

Olsen et al (2006) melaporkan, virus low pathogenic avian influenza (LPAI) atau tidak ganas dapat diisolasi dari unggas air dan burung pantai. Virus highly pathogenic AI (HPAI) atau ganas, subtipe H5N1, yang ditemukan pada ayam juga ditemukan pada itik dan entok.

Virus AI yang hidup dan bereplikasi di saluran pencernaan itik sangat diuntungkan karena jangkauan antibodi terhadap virus sangat rendah. Apalagi jika itik tidak divaksinasi. Akibatnya, dapat terjadi koalisi genetik (reassortment) antarvirus AI berbeda galur di saluran pencernaan dan terus berevolusi untuk bermutasi menjadi virus yang lebih ganas.

Infeksi virus AI pada itik kerap tidak menimbulkan gejala klinis dan kematian. Unggas tersebut dapat bertindak sebagai pembawa virus, berpotensi mencemari lingkungan, serta sebagai sumber penularan terhadap unggas lain, khususnya ayam.

Pada itik yang digembalakan di sawah bekas panen padi, tidak jarang dekat peternakan ayam komersial, jika terjadi kasus AI pada ayam, virus akan menyerang itik walau tidak menimbulkan kematian. Namun, dapat menyumbang materi genetik baru sebagai cikal bakal mutasi pada virus AI.

Mutasi genetik

Virus AI di saluran pencernaan unggas akan mengalami evolusi, misalnya mengalami reassortment. Setelah periode tertentu akan memicu timbulnya mutasi menjadi virus baru. Virus AI baru biasanya lebih ganas dan kerap menimbulkan gejala klinis dan kematian pada itik.

Hulse-Post et al (2005) melaporkan, jika itik terinfeksi dengan virus AI yang menimbulkan kematian tinggi, virus AI yang disebarkan akan bersifat tidak ganas terhadap itik lain, namun bersifat ganas untuk ayam. Hal ini memberi petunjuk bahwa itik mungkin berperan penting dalam memelihara dan menyebarkan virus AI mutan yang bersifat ganas untuk unggas dan manusia.

Pada awal wabah AI di Indonesia, tahun 2003-2004, banyak ditemukan kematian pada itik dan entok (Muscovy ducks) di sejumlah wilayah Indonesia. Gejala klinis utama berbentuk gangguan saraf pusat. Namun, sejak tahun 2005 sampai sebelum September 2012 tidak ditemukan lagi kematian atau gejala klinis yang dapat dihubungkan dengan HPAI pada itik dan entok.

September 2012, ditemukan lagi kematian pada itik petelur di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY, dengan gejala gangguan saraf pusat. Berdasarkan hasil uji PCR dan DNA sequencing serta analisis phylogenetic tree hemagglutinin genes yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates dan BBVet Bukittinggi disimpulkan, kematian itik disebabkan oleh virus HPAI yang mengalami mutasi, khususnya genetic drift dan tergolong dalam clade 2.3., subclade 2.3.2. (Wibawa et al, 2012). Subtipe virus itu baru pertama kali ditemukan di Indonesia, walaupun telah dilaporkan di beberapa negara Asia, misalnya China, Mongolia, dan Vietnam. Selama ini, virus HPAI yang ditemukan pada unggas di Indonesia tergolong clade 2.1.

Penyebab timbulnya mutasi genetik pada virus AI tidak diketahui dengan pasti. Salah satu kemungkinan adalah akibat kontak dengan virus AI asal ayam secara berulang kali pada waktu itik mencari makan di sekitar lingkungan peternakan ayam yang tercemar virus AI.

Virus AI ” subclade” 2.3.2.

Meski tingkat kematian akibat virus HPAI subclade 2.3.2. pada itik tidak setinggi pada ayam, penyakit itu sangat merugikan peternak itik. Pemusnahan terbatas terhadap itik sakit, pembatasan lalu lintas antardaerah dari itik dan produknya, penurunan jumlah penjualan anak itik, itik dara, telur, dan daging itik, maka peternak itik mengalami kerugian besar.

Seperti kejadian AI pada ayam, virus HPAI subclade 2.3.2. pada itik tidak menular kepada manusia melalui rantai makanan. Jadi, tidak perlu ragu mengonsumsi daging dan telur itik. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kebersihan, sanitasi/desinfeksi di peternakan itik.

Jika virus HPAI subclade 2.3.2. dapat menular ke ayam, kemungkinan virus itu tidak dapat ditahan oleh antibodi hasil vaksinasi dengan master seed virus AI dengan clade berbeda, yaitu 2.1. Virus itu dapat mendukung timbulnya mutasi virus AI pada ayam atau jika bersirkulasi di lingkungan peternakan ayam komersial, mungkin dapat menimbulkan kematian tinggi serta meningkatkan kejadian AI.

Perlu penelitian komprehensif untuk membuktikan bahwa master seed yang dipakai untuk produksi vaksin AI saat ini masih dapat digunakan.

Virus AI subclade 2.3.2. mungkin mempunyai potensi untuk menular kepada manusia sehingga perlu peningkatan kewaspadaan terhadap kasus flu burung pada manusia yang berhubungan dengan virus asal itik.

Strategi vaksinasi AI pada itik belum dianjurkan karena belum ada vaksin AI yang cocok untuk virus HPAI subclade 2.3.2.

Tindakan yang penting untuk dilakukan adalah pemantauan dinamika virus AI subclade 2.3.2. pada itik dan unggas lain serta kajian epidemiologi molekular untuk mengetahui sebaran geografis virus agar dapat disusun strategi pencegahan dan pengendalian penyakit lebih akurat.

Charles Rangga Tabbu Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Peneliti Flu Burung dan Praktisi Perunggasan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com