Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilindungi, Mangrove Masih Terancam

Kompas.com - 30/01/2013, 03:29 WIB

Jakarta, Kompas - Dilindungi lintas sektoral, ekosistem hutan mangrove masih terancam. Hamparan tanaman di tepian pantai dengan fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial—bahkan kedaulatan negara—ini masih rentan menjadi tambak dan kebun.

”Masih terjadi tumpang tindih pengelolaan mangrove di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim, Selasa (29/1), di Jakarta. Kewenangan atas hutan mangrove ada di Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Kementerian Kehutanan melalui Undang-Undang Kehutanan dan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya memandang mangrove sebagai hutan. Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi menyangkut sumber daya pesisir, di antaranya hutan mangrove.

Adapun Kementerian Lingkungan Hidup ikut karena kerusakan mangrove menjadi kriteria baku kerusakan ekosistem. Beberapa UU terkait hutan mangrove adalah UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan, ”sabuk hijau” ketika bencana, pencegah laju abrasi pantai, hingga bahan bakar kayu. Namun, tetap saja perlindungan mangrove tak optimal.

Presidium Komite Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Sumatera Utara Tajruddin Hasibuan mengatakan, di daerahnya, khususnya di Langkat, 80 persen hutan mangrove dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. ”Perlindungan mangrove di atas kertas. Tak jarang justru berujung kriminalisasi nelayan yang melestarikan sumber daya pesisir dengan menanam kembali mangrove. Ini bermula dari ketidaktegasan penegak hukum,” katanya.

Kondisi dan rekomendasi

Data Kiara menunjukkan, 422.263 hektar hutan mangrove dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Di antaranya di Kepulauan Bangka Belitung (287.663 ha); Pulau Enggano, Bengkulu (7.500 ha); Pulau Mentawai, Sumatera Barat (73.500 ha); Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (20.100 ha); Pulau Bawal, Kalimantan Barat (3.500 ha); dan Pulau Seram, Maluku (30.000 ha).

Oleh karena itu, Kiara merekomendasikan kepada pemerintah, yakni menegaskan kewenangan pengelolaan hutan mangrove sebagai kewenangan KKP, menghentikan alih fungsi mangrove jadi perkebunan kelapa sawit atau pertambakan budidaya, dan memproses hukum pelaku konversi hutan bakau perusak ekosistem pesisir.

Penghilangan mangrove secara sistematis juga tampak di Gorontalo melalui Perda Tata Ruang 2010-2030 (Kompas, 20/1/2012). Hutan mangrove yang masih rapat disiapkan untuk tambak.

Menurut Abdul Halim, perlindungan mangrove terkuat ada di UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. UU itu menempatkan hutan mangrove sebagai sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 1 angka 4), dan ada ancaman pidana terhadap penebangan dan perusakan hutan mangrove.

Pelaku perusakan diancam pidana penjara 2-10 tahun dan pidana denda Rp 2 miliar hingga Rp 10 miliar. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com