Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iklim Global Makin Kacau

Kompas.com - 11/01/2013, 11:23 WIB

KOMPAS.com - Belahan bumi utara dan selatan sama-sama menghadapi cuaca ekstrem. Saat ini terjadi ekstrem dingin di belahan utara, seperti China mengalami cuaca dingin terburuk dalam 28 tahun terakhir dan Timur Tengah mengalami badai salju terburuk dalam 30 tahun terakhir. Sebaliknya, di belahan selatan, gelombang panas ekstrem menghantam Australia.

Fenomena yang terjadi merupakan ulangan. Ini menunjukkan fenomena alam berlangsung normal,” kata Zadrach Ledoufij Dupe dari Departemen Meteorologi, Institut Teknologi Bandung (ITB), ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (10/1/2012).

Zadrach mengatakan, dibutuhkan kelengkapan data statistik untuk mengetahui fenomena cuaca ekstrem yang menyengsarakan tersebut. Ada kemungkinan di antara enam komponen iklim sekarang makin terusik. Hal itu mengakibatkan perubahan iklim yang meningkatkan intensitas cuaca ekstrem.

Badan Meteorologi China menyebutkan, sejak akhir November 2012, suhu rata-rata musim dingin di China 3,8 derajat celsius di bawah nol atau 1,3 derajat lebih dingin daripada suhu rata-rata tahun-tahun sebelumnya. Kantor berita Xinhua, Sabtu (5/1/2012), mengutip pernyataan resmi Badan Meteorologi China, menyebutkan suhu musim dingin kali ini paling buruk dalam 28 tahun terakhir.

Sejumlah negara di Timur Tengah mengalami gelombang dingin ekstrem, di antaranya menyebabkan banjir bandang di sejumlah wilayah dan badai salju terburuk.

Jordania, salah satu negara di Timur Tengah, menetapkan Rabu (9/1/2012) sebagai hari libur nasional. Ini karena cuaca sangat dingin. Ibu kota Jordania, Amman, juga tertutup tumpukan salju. Pengamat cuaca di Jordania menyebutkan, badai salju kali ini terburuk dalam 30 tahun terakhir.

Kondisi sebaliknya, cuaca panas ekstrem, berlangsung di beberapa negara bagian Australia, antara lain Tasmania, Victoria, New South Wales, dan Queensland. Saat ini ribuan warga Australia mengungsi akibat gelombang panas yang menyebabkan kebakaran. Puluhan ribu hewan ternak menjadi korban amukan api.

Suhu tertinggi pada Jumat (4/1/2012), di ibu kota Tasmania, Hobart, mencapai 41,8 derajat celsius. Ini suhu tertinggi sejak pencatatan cuaca dilakukan awal 1880-an.

Cuaca dingin ekstrem dengan periode ulang terjadi di China dan Timur Tengah. Namun, pemecahan rekor terjadi pada kondisi cuaca panas ekstrem dengan suhu tertinggi di Australia.

Enam komponen

Zadrach memaparkan, enam komponen perubahan iklim meliputi atmosfer (udara), litosfer (daratan), hidrosfer (perairan), kriosfer (tutupan es), biosfer (makhluk hidup), dan humanosfer (manusia). Penyebab cuaca ekstrem secara umum dapat dikaitkan dengan terusiknya satu atau beberapa dari enam komponen iklim tersebut.

Humanosfer, menurut Zadrach, merupakan komponen perubahan iklim akibat ulah manusia yang saat ini paling berperan. Namun, menunjuk penyebab pasti cuaca ekstrem tidak sesederhana itu.

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengatakan, fenomena alam berupa gelombang Rossby di wilayah kutub hingga subtropis di Eropa bergerak ke timur.

”Fenomena pergerakan gelombang Rossby ini yang menimbulkan gelombang dingin dan cuaca dingin di wilayah Rusia serta China hingga terjadi banjir dan badai salju di Timur Tengah,” kata Edvin.

Belum ada kecukupan data untuk menunjuk penyebab pasti kejadian cuaca ekstrem, seperti suhu rata-rata musim dingin di China menjadi 3,8 derajat celsius di bawah nol atau 1,3 derajat lebih dingin dari rata-rata sebelumnya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com