Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resolusi 2013 dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 07/01/2013, 02:22 WIB

Perlu diingat, sampai saat ini AS belum meratifikasi Protokol Kyoto. Negara berkembang dengan tingkat emisi tinggi, seperti China dan India, tidak termasuk sebagai negara yang wajib menurunkan emisinya pada komitmen pertama ataupun kedua Protokol Kyoto. Padahal, AS, China, dan India memiliki tingkat emisi signifikan yang turut memperburuk dampak perubahan iklim secara global.

Dalam pertemuan Konferensi Para Pihak (COP) dari UNFCCC ke-17, tahun 2011, disepakati terbentuknya Ad Hoc Working Group on the Durban Platform (ADP). Fungsi utama ADP adalah mempersiapkan protokol, instrumen hukum, ataupun suatu kesepakatan mengikat secara hukum dalam hal penurunan emisi dari semua pihak paling lambat pada 2015. Tujuannya agar COP ke-21 tahun 2015 dapat menyepakati suatu produk hukum mengenai penurunan emisi yang akan dilaksanakan pada 2020.

Apabila produk hukum pada 2015 berhasil disepakati, negara berkembang emisi tinggi, seperti China dan India, akan turut menurunkan tingkat emisinya mulai 2020. Namun, lagi-lagi kita melihat permainan tunda-menunda terjadi kembali. Nasib ratusan juta jiwa yang terancam akibat dampak perubahan iklim ditunda sampai 2015. Setelah tahun 2015, dunia kembali menunggu sampai tahun 2020.

Resolusi 2013

Waktu sangat berharga. Tahun 2013 harus dijadikan momentum bagi semua negara untuk lebih serius mengatasi masalah perubahan iklim.

Jika para pemimpin dunia dan negosiator perubahan iklim benar-benar serius ingin mengatasi masalah perubahan iklim, naskah protokol atau instrumen hukum baru yang mengikat semua pihak dalam menurunkan emisinya seharusnya dapat selesai pada 2013. COP ke-19 akhir tahun 2013 nanti dapat dijadikan ajang untuk menyepakati produk hukum tersebut. Tak perlu menunggu sampai tahun 2015.

Idealnya, produk hukum tersebut harus berlaku efektif secara hukum dengan cepat. Paling tidak mulai tahun 2014. Tak perlu menunggu sampai tahun 2020. Korban akan terus berjatuhan apabila permainan tunda-menunda terus dilaksanakan.

Sesuai mandatnya, ADP harus jadi panglima dalam merumuskan naskah tersebut. Pihak lain, seperti organisasi internasional serta LSM yang peduli dengan isu perubahan iklim, juga dapat turut menyumbang naskah produk hukum tersebut. Indonesia pun dapat turut menyumbang naskah tersebut jika Indonesia benar-benar serius ingin mengatasi masalah perubahan iklim.

Naderev Sano, salah seorang delegasi dari Filipina, menyampaikan suatu pernyataan menggugah pada pertemuan perubahan iklim di Doha pada Desember 2012 (COP ke-18). Sano mengatakan, ”Saya bertanya kepada semua yang ada di sini. Kalau bukan kita, kemudian siapa? Kalau tidak sekarang, kemudian kapan? Kalau tidak di sini, di mana?”

Semoga COP ke-19 di Polandia akhir tahun 2013 nanti dapat mengakhiri permainan tunda-menunda di rezim hukum perubahan iklim internasional.

Handa S Abidin Pengajar Tamu Mata Kuliah Hukum Perubahan Iklim Internasional di University of Edinburgh, Inggris

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com