Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/01/2013, 06:28 WIB

Padang, Kompas - Marasai (27), pasien asal Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, yang diduga menyandang gangguan osteogenesis imperfecta (OI), Rabu (2/1) malam, melahirkan bayi laki-laki. Hingga Kamis pagi, Marasai masih dirawat di ruang perawatan intensif Rumah Sakit Umum Pusat Dr M Djamil, Kota Padang, seusai proses persalinan di rumah sakit tersebut.

Kelahiran itu menjadi istimewa. ”Sepanjang yang saya tahu, belum pernah ada penyandang OI yang tidak terawat secara medis sempat melahirkan. Ini pertama di Indonesia,” ujar Direktur Utama RSUP Dr M Djamil, Aumas Pabuti.

Adapun OI merupakan jenis kelainan yang menyebabkan tulang-tulang penyandangnya keropos sehingga mudah patah. OI diturunkan genetis atau sporadis akibat hilangnya gen penghasil kalsium Cola 1, pemadat tulang.

Secara umum, kondisi Marasai pada Kamis lalu sehat. Selang dan jarum infus untuk mentransfusikan albumin, sel darah merah, dan cairan elektrolit Totofusin OPS menancap pada beberapa bagian tubuhnya.

Namun, bayi yang belum diberi nama itu memerlukan perhatian khusus dan saat ini dirawat di inkubator di ruang khusus terpisah. Bayi lahir seberat 750 gram dan panjang 34 sentimeter.

”Organ bayi-bayi yang dilahirkan lengkap, tetapi fungsi-fungsi organnya membutuhkan bantuan alat,” kata Aumas.

Menurut dia, Marasai menjalani proses persalinan dalam usia kandungan sekitar 25 minggu. Prosedur bedah caesar terpaksa dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap ibu dan bayi dalam kandungan.

”Perut Marasai tak muat lagi menampung pertumbuhan bayinya. Sudah kontraksi, sekalipun keinginan kami masih ingin merawatnya dua hingga tiga bulan lagi,” ujar Aumas.

Sejumlah penyandang OI sebelumnya telah dirawat di rumah sakit tersebut.

Sehari-hari, Marasai tinggal bersama suaminya, Suradi (48), di Jorong Kapalo Koto, Nagari Abai, Kabupaten Solok Selatan. Ia dirawat di rumah sakit sejak Rabu lalu. Suradi bekerja sebagai penyadap getah karet berpendapatan tak menentu. ”Doakan saja semoga ada keajaiban Tuhan untuk bayinya,” kata Suradi.

Tinggi badan Marasai 97 cm. Pada kedua tangannya tampak beberapa patahan membentuk lengan-lengan. Punggung tangan kirinya pada posisi berkebalikan dengan pergelangan tangan.

Memprihatinkan

Kondisi penyandang OI yang tak terawat medis akan cenderung lebih buruk. Kondisi itu berwujud pada Marasai yang seumur hidupnya hanya terbaring. Kasus OI yang secara statistik terjadi pada 1 orang berbanding 20.000 kelahiran hidup bisa diatasi secara medis. Namun, biaya yang dibutuhkan relatif mahal.

Saat penyandang OI masih bayi mesti dilakukan pemeriksaan lewat alat pengevaluasi kepadatan tulang. Setelah itu, obat khusus diberikan tiga hari berturut-turut setiap periode dua bulan hingga anak berusia 18 tahun. Setelah 18 tahun, metode terapi bisa diganti obat jenis tablet. Selain relatif mahal, prosedur tersebut juga hanya bisa dilakukan di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Menurut Aumas, pihak rumah sakit akan menanggung biaya-biaya perawatan yang tidak termasuk dalam tanggungan kebijakan pemerintah. ”Kami juga meminta agar Marasai jangan disibukkan dengan hal-hal (biaya perawatan) itu,” katanya. (INK)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com