Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaji Masterplan Tsunami

Kompas.com - 29/12/2012, 03:53 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah diharapkan mengkaji lagi masterplan tsunami yang akan diimplementasikan pada 2013. Kajian secara ilmiah dengan melibatkan ahli yang kompeten diharapkan bisa meningkatkan kualitas masterplan sehingga program mitigasinya tepat sasaran.

Widjo Kongko, Koordinator Tsunami Research Group (TRG) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), mengemukakan hal itu, Jumat (28/12).

Menurut dia, hal mendasar sebelum menyusun masterplan adalah penyiapan peta landaan (kawasan terlanda) tsunami. Peta ini menjadi dasar untuk program mitigasi berikutnya, seperti penentuan zona aman, tempat evakuasi sementara, dan jalur evakuasi.

”Peta landaan tsunami yang ada saat ini sebagian besar menggunakan data topografi dengan resolusi di atas 30-90 m, misalnya data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) dengan kesalahan vertikal lebih besar dari 20 m sehingga hasil modelnya tidak akurat,” katanya. ”Kita perlu data beresolusi 5 m untuk menghasilkan simulasi landaan tsunami yang baik,” ujarnya.

Di samping itu, dalam penentuan tempat dan desain evakuasi sementara, sejauh ini belum melibatkan kajian ilmiah yang dilakukan para ahli. ”Dikhawatirkan program mitigasi akan mubazir dan tidak tepat sasaran. Padahal, dananya cukup besar,” katanya.

Sebelumnya, ahli tsunami dari Amalgamated Solution and Research (ASR) Gegar Prasetyo juga mengkritik minimnya keterlibatan para ahli dalam penyusunan masterplan ini. Seperti Widjo, dia mengharapkan masterplan tsunami bisa disempurnakan.

Rp 1 triliun

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pemerintah saat ini menyiapkan masterplan tsunami di Indonesia dengan nilai anggaran Rp 16,7 triliun. Masterplan diharapkan selesai dikerjakan dalam lima tahun.

Masterplan ini dibuat atas perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Sidang Kabinet Terbatas 16 April 2012. Sidang itu merespons ketidaksiapan masyarakat atas gempa berkekuatan 8,5 skala Richter di Aceh pada 11 April 2012.

”Untuk tahun 2013, dana yang dianggarkan Rp 1 triliun, diprioritaskan di daerah paling rawan tsunami, yaitu sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa, dan pantai selatan Bali-Nusa Tenggara,” katanya.

Beberapa kegiatan yang akan dilakukan, antara lain, pemasangan sirene berbasis komunitas 1.375 unit, pembangunan evakuasi sementara (shelter) 139 unit, pembangunan pusat pengendalian operasi di 50 kabupaten/kota, pembangunan rambu evakuasi di 51 kabupaten/kota, pengembangan desa tangguh bencana 1.080 desa, simulasi di 51 kabupaten/kota, sosialisasi dan diseminasi di 51 kabupaten/kota. ”Ada empat program utama, yaitu penguatan rantai peringatan dini, pembangunan shelter, penguatan kapasitas kesiapsiagaan, dan pembangunan industri alat kebencanaan,” katanya.

Sutopo mengatakan, penyusunan masterplan telah melibatkan para ahli. ”Penyusunannya sudah melibatkan banyak pakar gempa dan tsunami dari berbagai kalangan, termasuk dari luar negeri. Selain itu juga pejabat kementerian dan lembaga yang diharapkan meneruskan ke jajaran di bawahnya. Tetapi, tidak semua ahli dihadirkan,” katanya. ”Pak Widjo juga sudah diminta terlibat dalam penyusunan shelter di Cilacap, Jawa Tengah.”

Menanggapi hal itu, Widjo mengatakan, keterlibatannya di Cilacap atas inisitif pribadi dan BPPT. ”Lalu, BPBD setempat antusias dengan usulan kami, dan kajian dilanjutkan sampai detail. Tetapi, desain kami tidak dipakai, yang akan dibangun tetap yang top-down dari Jakarta,” katanya.

Sebaliknya, Sutopo mengatakan, desain shelter yang akan diterapkan mengacu pada Pedoman Pembangunan Shelter dari Kementerian Riset dan Teknologi. Dia berjanji akan menyesuaikan dengan daerah masing-masing.

Widjo mengkritik penyeragaman desain tempat evakuasi sementara. ”Karakteristik tsunami dan aspek kearifan lokal di setiap daerah di Indonesia tidak sama. Penyeragaman desain shelter dalam bentuk bangunan berlantai tinggi akan mubazir. Kami sudah mengkaji dan membuat detailnya untuk wilayah tertentu, seperti Cilacap lebih cocok desain bukit terbuka hijau untuk shelter. Ini juga empat kali lipat lebih murah dibandingkan bangunan tinggi empat lantai yang dibuat BNPB,” katanya. (AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com