Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kosmolog Indonesia Menanggapi Isu Kiamat 2012

Kompas.com - 19/12/2012, 08:48 WIB

Isu kiamat 2012 juga menjadi pengamatan peneliti kosmologi Indonesia dari Jurusan Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Premana W. Premadi. Dalam artikel Kompas, 3 Januari 2010, perempuan yang akrab disapa Nana itu menguraikan pandangannya tentang isu tersebut, makna kehidupan serta intelektualitas dan spiritualitas. Berikut artikel yang ditulis oleh wartawan Kompas, Maria Hartiningsih dan Dahono Fitrianto


Benarkan Bumi akan kiamat pada 21/12/2012? Bagaimana menanggapi ramalan bangsa Maya kuno itu? Di mana letak Bumi di dalam alam semesta? Bagaimana hubungan manusia dengan alam semesta?

Dr Premana Wardayanti Premadi (45) adalah sosok yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan itu. Meski demikian, pengajar pada Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) dan peneliti di bidang kosmologi, teori, dan komputasi itu menolak disebut sebagai orang yang paling otoritatif dalam menjelaskan hal itu.

”Saya masih terus belajar, kita semua masih terus belajar,” tutur Nana, begitu ia disapa, dengan suara pelan karena pita suaranya sedang bermasalah.

Ia ditemui pada suatu siang, hampir dua pekan lalu, di kantornya di Kompleks Ganesha, ITB, Bandung.

Tidak konvergen

Beberapa tahun terakhir, terutama setelah pemutaran film 2012 beberapa bulan lalu, ramalan tentang ”kiamat” tanggal 21/12/2012 menyebar, memunculkan berbagai prediksi, mulai dari yang mengklaim ”ilmiah” sampai spiritualisme mistik.

Bagaimana Anda menanggapi ramalan 21/12/2012 yang diyakini sebagai akhir kalender Maya?

Awal dan akhir satu masa dalam suatu sistem kalender adalah hal lumrah. Umumnya, orang memanfaatkan hitungan berdasarkan siklus yang tampak pada keteraturan pemunculan obyek langit. Tanggal 21/12/2012 itu winter solstice, hari di mana Matahari mencapai titik paling selatan pada garis edar semu tahunannya (sebagaimana tampak di Bumi); musim dingin (winter) di belahan bumi utara. Setelah itu Matahari kembali menuju utara.

Kebetulan hari itu bertepatan dengan akhir satu masa hitungan (b’a’ktun ke-13) yang akan dilanjutkan dengan b’a’ktun ke-14 sampai dengan ke-20 untuk mengikuti hitungan panjang (long count) dalam sistem kalender Maya.

Namun, ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan tanggal istimewa ini untuk menakut-nakuti masyarakat dengan menambahkan berita hoax (menipu) akan adanya berbagai bencana dan menjadikannya seolah-olah sebagai akhir zaman.

Misalnya, mereka menyebut adanya Planet Nibiru dan lain-lain yang akan menumbuk Bumi pada saat itu. Nibiru adalah obyek langit yang disebut dalam catatan bangsa Sumeria. Dari sini sudah mulai kelihatan ketidakkonvergenan cerita (Sumeria dan Maya). Selain itu, jika ada obyek besar akan menumbuk Bumi pada tahun 2012, mestinya sekarang sudah dapat dilihat dengan mata. Nyatanya, tidak ditemukan obyek demikian.

Ada beberapa hal lain yang mereka sebut juga, seperti konfigurasi beberapa planet yang segaris pada saat itu yang akan menyebabkan gangguan gravitasi di Bumi. Pertama, tidak akan ada konfigurasi segaris dalam beberapa puluh tahun ke depan. Kedua, jika pun ada, pengaruh gravitasinya pada Bumi praktis tidak ada karena jarak antarplanet demikian jauh dan konfigurasi segaris terjadi hanya sesaat.

Apa pembelajaran dari ini semua?

Tampaknya sekarang semakin marak ide menggabung-gabungkan sedikit sains dan sedikit mitologi praktis serta banyak bumbu untuk menjadi cerita yang terkesan dapat dipercaya. Dengan internet, cerita seperti ini dengan cepat menyebar. Yang harus diingat adalah sains bekerja atas fakta (hasil observasi alam dan/atau hasil eksperimen). Tidak ada bukti yang mendukung akan ada sesuatu yang katastrofe pada 21/12/2012.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com