OLEH BRIGITTA ISWORO LAKSMI
Mengutip hasil penelusuran sejarah pengetahuan perubahan iklim seperti dimuat kantor berita
Merunut pengetahuan akan perubahan iklim membawa kita mundur hingga 300 tahun sebelum Masehi. Ketika itu, Theophrastus, murid filsuf Yunani, Aristoteles, telah mencatat bahwa aktivitas manusia bisa memengaruhi iklim.
Rawa yang menyimpan air mampu mendinginkan daerah sekitar Thessaly, sementara menggunduli hutan telah membuat kondisi udara di Philippi menghangat.
Hasil pengamatan lain yang signifikan tercatat pada
1896 Masehi, sekitar 2.100 tahun setelah catatan Theophrastus atau sekitar tiga dekade setelah rentang masa era industri.
Ketika itu, Svante Arrhenius dari Swedia menjadi orang pertama yang melakukan kuantifikasi peran karbon dioksida dalam menghangatkan planet.
Kesimpulan yang dia tarik: membakar batubara bisa mengakibatkan ”peningkatan nyata” pada tingkat konsentrasi karbon dioksida selama berabad-abad.
Barulah pada awal abad ke-20, tahun 1957-1958, seorang ilmuwan Amerika Serikat, Charles Keeling, mulai membangun beberapa stasiun untuk mengukur konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer. Dia mengukur di atmosfer di wilayah Kutub Selatan dan di Mauna Loa, Hawaii. Pengukuran tersebut menunjukkan ada kestabilan dalam peningkatan konsentrasi gas karbon—kini lazim digunakan untuk menyebut gas karbon dioksida.