Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilirisasi Sudah Keharusan

Kompas.com - 19/11/2012, 03:00 WIB

Pieter P Gero

Industri pertambangan belakangan ini mendapat sorotan. Mereka dituding hanya mengeksploitasi barang mineral yang ada tanpa mau memikirkan peningkatan nilai tambah. Bahkan, semua bahan mineral itu diekspor beserta dengan tanah yang menempel pada bahan mineral tersebut.

Tak heran, industri tambang juga dituding merusak lingkungan. Eksploitasi produk tambang secara membabi buta hanya menimbulkan lubang besar di mana-mana. Tidak ada upaya menjaga hutan yang ada. Ekonomi rakyat setempat acap kali terabaikan. Mereka hanya menerima getah dari kerusakan lingkungan.

”Kegiatan pertambangan memang cenderung merusak alam, karena itu harus ada kesadaran untuk melakukan kegiatan itu seminimal mungkin merusak alam. Harus merehabilitasi kalau sudah merusak alam,” ujar Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk Alwin Syah Loebis di Jakarta, Rabu (7/11).

Alwin, yang sudah 30 tahun bersama Aneka Tambang (Antam), kini mengendalikan sejumlah kegiatan pertambangan di seluruh Indonesia. Antam menghasilkan batubara, bauksit, nikel, emas, dan bijih besi. Total penjualan per September 2012 sebesar Rp 4,5 triliun. Sekitar 61 persen produk diekspor ke Uni Eropa, China, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan.

Seperti apa prospek industri pertambangan ke depan dan perlunya hilirisasi produk pertambangan segera dilakukan? Berikut petikan wawancara dengan Alwin Syah Loebis:

Pasar global melemah. Bagaimana dampaknya terhadap Antam?

Perekonomian global masih harus diwaspadai. Kondisi ini membuat harga komoditas mineral masih kurang baik. Kan, selalu ada permintaan dan penawaran. Pada saat sekarang ini permintaan masih normal, tetapi harga melemah karena sentimen ekonomi yang belum normal. Banyak orang menunggu perkembangan ekonomi di Eropa dan China sehingga tidak ada yang berani mengambil posisi. Ini berbeda dengan emas; semakin krisis ekonomi, harganya semakin mahal.

Berarti Antam saat ini punya prioritas misalnya ke emas?

Antam harus tetap seimbang. Pada saat harga nikel tidak bagus, harga emas bagus, maka penerimaan bagi Antam masih bisa berimbang. Kondisi ini yang sebenarnya sangat bagus buat kita.

Pemerintah membatasi ekspor mineral berbentuk bahan mentah?

Kebijakan itu lebih cepat lebih baik. Hilirisasi produk mineral sudah menjadi keharusan. Para investor harus dorong untuk betul-betul mengarah kesana karena di situlah nilai tambah berupa harga yang tinggi. Kegiatan ini juga mendorong ekonomi di sekitar daerah tambang.

Seberapa besar nilai tambah dari hilirisasi?

Semakin maju sebuah negara dilihat dari semakin banyaknya konsumsi metal. Semua metal yang ada berasal dari bahan baku yang ada di negeri kita. Kebutuhan metal seperti aluminium sangat besar, terutama untuk konstruksi. Nilai tambahnya dari bahan mineral bauksit bisa meningkat 2,2 kali jika menjadi alumina, dan nilai tambah akan meningkat 7,4 kali jika sudah menjadi aluminium. Jika kita produksi di Indonesia, pasti banyak untungnya. Bahan jadi ini juga tetap diekspor, tapi kebutuhan di dalam negeri jelas didahulukan.

Tetapi Mahkamah Agung merevisi kebijakan hilirisasi?

(Mahkamah Agung merevisi beberapa pasal dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral). Bagi Antam tidak ada masalah. Tetapi yang harus diwaspadai jangan sampai keputusan MA itu membuat industri pertambangan tidak terkendali. Yang penting bagi Antam tetap melakukan bisnis ini sesuai dengan kaidah yang benar. Tetap menjaga lingkungan. Kalau kaidah-kaidah itu bisa dijalankan, maka bisnis pertambangan ini bisa berjalan dengan baik tanpa merusak lingkungan misalnya.

Hilirisasi butuh teknologi, bagaimana pengalaman Antam?

Soal teknologi harus terus di-upgrade. Untuk pengolahan nikel, Antam sudah berpengalaman, jadi bisa melakukan sendiri. Untuk alumina, karena masih baru, kita menjalin mitra dari Jepang dan ini lumrah dalam bisnis. Jadi dengan menyerap teknologi yang mereka miliki. Sejauh ini sumber daya manusia yang ada memadai. Antam mengirim SDM ke Amerika Serikat untuk mendalami pengetahuan yang berkaitan dengan bisnis Antam.

Mengapa tidak mengembangkan sistem tambang tertutup?

Tambang tertutup memang lebih ramah lingkungan, tetapi semua ini tergantung bahan tambangnya. Hanya kalau tambang tertutup berisiko bagi para pekerjanya. Antam jelas lebih mementingkan keselamatan pekerja daripada keramahan lingkungan. Biaya dan risiko lebih besar untuk kegiatan tambang tertutup. Tentu saja semua pekerja mendapat Jamsostek. Yang terpenting bagaimana kami melindungi mereka.

Ini negeri cincin api, cadangan mineral cukup besar?

Potensi cadangan mineral di negeri ini cukup besar. Potensi bauksit cukup besar. Kalau mau memproduksi aluminium, boleh dibilang kita memproduksikan tambang bisa sampai ratusan tahun. Demikian juga untuk nikel. Emas juga ada dan tersebar di banyak tempat.

Hanya harus dipahami bahwa ada kebijakan hutan primer yang membuat ada kesulitan dalam kegiatan pertambangan di hutan primer. Namun, Antam akan berusaha bicara dengan Kementerian Kehutanan untuk mengelola potensi barang mineral yang ada di kawasan hutan primer.

Persaingan di industri pertambangan cukup ketat?

Persaingan di bisnis pertambangan cukup ketat, tetapi yang Antam waspadai adalah persaingan ini harus betul-betul tetap pada koridor norma-norma. Misalnya, jika kita mau bersaing dengan pelaku lain yang mengabaikan lingkungan dan keselamatan kerja, jelas Antam tak bisa bersaing. Karena pelaku yang sembarangan, tak memperhatikan norma-norma, jelas biayanya bisa rendah. Kalau dengan sesama pelaku yang taat norma, persaingannya akan normal dan sehat.

Pesan atau masukan kepada pemerintah?

Apakah regulasi-regulasi yang ada ada di pemerintahan pusat bisa dijalankan oleh pemerintah daerah? Sejauh ini ada masalah, ada pandangan yang berbeda soal pertambangan antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau