Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terapi Kanker Mahal

Kompas.com - 11/11/2012, 04:13 WIB

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Saya siswi kelas III SMA. Saya ditinggal ibu, ia meninggal dunia pada umur 48 tahun. Ia menderita kanker mulut rahim sejak setahun yang lalu. Ibu didiagnosis kanker sudah pada stadium lanjut. Ibu harus menjalani terapi sinar dan obat. Ia berulang kali masuk ke rumah sakit. Pernah keadaannya membaik. Akan tetapi, keadaannya kembali semakin melemah. Akhirnya, ia meninggalkan kami untuk selamanya.

Ibu punya tiga anak, semua perempuan dan belum ada yang menikah. Keluarga sudah berusaha sekuat mungkin untuk memberi dukungan. Pengobatan dan perawatan ibu menghabiskan biaya lebih kurang Rp 100 juta dan kami semua telah ikhlas. Meski demikian, saya bertanya, kenapa biaya pengobatan kanker semahal itu.

Saya bersaudara berusaha mencari informasi mengenai kanker mulut rahim. Sudah banyak sumber informasi yang kami akses. Rupanya kanker mulut rahim merupakan kanker yang sering terjadi pada perempuan, selain kanker payudara. Berbekal pengalaman mendampingi ibu, kami bertekad untuk berusaha mencegah kanker mulut rahim.

Rupanya sekarang sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah kanker mulut rahim. Apakah vaksin tersebut cukup efektif untuk mencegah kanker mulut rahim? Siapakah yang dianjurkan untuk menggunakannya? Apakah kami yang masih gadis sudah boleh menggunakannya? Lalu, apakah vaksin ini juga mempunyai efek samping?

Mengingat kanker mulut rahim merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia, apakah pemerintah mempunyai rencana untuk menyediakan vaksin HPV untuk masyarakat karena vaksin ini harganya lumayan mahal? Adakah negara lain yang telah menjalankan vaksinasi HPV gratis untuk masyarakat?

M di J

Jawaban

Kanker mulut rahim (serviks) memang merupakan kanker yang sering dijumpai di Indonesia. Kanker ini juga menjadi salah satu penyebab kematian perempuan di negeri kita. Meskipun kewaspadaan masyarakat terhadap kanker sudah mulai meningkat, secara keseluruhan kanker di negeri kita biasanya baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Hanya sekitar 30 persen saja kanker yang terdiagnosis pada stadium awal. Padahal, jika kanker didiagnosis pada stadium awal, pengobatannya dapat lebih sederhana, biayanya juga lebih murah, dan yang paling penting adalah keberhasilan terapinya tinggi.

Sebaliknya, jika kanker baru terdiagnosis pada stadium lanjut, biaya akan membengkak dan keberhasilan terapi menurun tajam. Oleh karena itu, kewaspadaan kita terhadap kanker hendaknya disertai upaya untuk mencegah dan berusaha dalam melakukan deteksi dini.

Kanker serviks berhubungan erat dengan virus human papilloma (HPV). Virus ini ditemukan oleh Prof Hausen, dan atas penemuannya yang penting itu, ia mendapat Hadiah Nobel pada tahun 2008. Sementara vaksin HPV dikembangkan oleh Prof Ian Frazer dari Universitas Queensland. Ia pernah berkunjung ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dengan demikian, sebenarnya saat ini sudah sangat terbuka kesempatan untuk mencegah penularan HPV dengan menjalani vaksinasi HPV. Selain untuk mencegah kanker serviks, vaksin HPV juga dapat mencegah penyakit kutil kelamin (kondiloma akuminata) yang sering menyerang remaja.

Vaksinasi

Untuk mencegah kanker serviks, dianjurkan vaksinasi pada usia sekolah karena vaksin ini akan lebih efektif jika penerima vaksin belum pernah melakukan hubungan seksual. Meskipun demikian, para pakar sepakat bahwa vaksin ini masih tetap bermanfaat bagi perempuan yang sudah menikah atau berhubungan seksual.

Ikatan Dokter Anak Indonesia merekomendasikan penggunaan vaksin HPV sejak usia 10 tahun. Mengingat besarnya masalah kanker serviks serta manfaat dari vaksin ini, di negara maju, vaksin HPV sudah masuk dalam program imunisasi pemerintah. Artinya, imunisasi HPV dibiayai oleh pemerintah. Australia sudah lama memberikan vaksin ini pada siswi sekolah. Bahkan negara tetangga kita, Malaysia, juga sudah punya program vaksinasi HPV untuk anak sekolah yang dibiayai pemerintah.

Harga vaksin masih agak mahal sehingga pendanaan mungkin merupakan salah satu halangan untuk memasukkan vaksin ini ke dalam program imunisasi nasional. Namun, beberapa pihak di Jakarta yang peduli pada masalah kanker, khususnya kanker serviks, pernah mengusulkan agar Pemeprov DKI Jakarta mengadakan proyek percontohan untuk memberikan vaksin ini kepada siswi sekolah di beberapa daerah tertentu di Jakarta. Namun, proyek percontohan ini masih belum sempat dilaksanakan dan telah terjadi pergantian gubernur. Mudah-mudahan gubernur yang baru berhasil melaksanakan proyek percontohan (pilot project) ini sehingga Anda sebagai remaja putri dan saudara Anda dapat menjalani imunisasi HPV.

Suntikan diberikan tiga kali dan ketiga suntikan selesai dalam jangka waktu enam bulan. Efek samping vaksin ini biasanya hanya berupa nyeri dan kemerahan di tempat suntikan. Bagi perempuan yang sudah menikah, di samping vaksinasi HPV, tetap dianjurkan menjalani pemeriksaan pap smear untuk deteksi dini kanker serviks ini. Kombinasi imunisasi HPV dan pemeriksaan pap smear berkala diharapkan dapat menurunkan angka kanker serviks serta mendukung deteksi dini.

Pencegahan

Kita harus menghadapi kenyataan bahwa sekarang penyakit kanker sudah merupakan masalah kesehatan kita semua. Penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor enam di negara kita. Kita harus mencegah kanker dengan menghindari faktor-faktor penyebabnya. Penyebab kanker di antaranya virus (hepatitis B, hepatitis C, HPV), bahan pengawet (bahan kimia) dalam makanan, rokok, alkohol, sinar ultraviolet matahari yang berlebihan, serta radiasi.

Untuk hepatitis B dan HPV telah tersedia imunisasinya sehingga masyarakat sebaiknya sudah melakukan imunisasi. Hindari rokok dan alkohol. Selalu berhati-hati dalam memilih makanan dan kita perlu menjaga lingkungan yang sehat. Kepedulian Anda pada masalah kanker patut diikuti teman-teman Anda yang lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com