Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamatkan Terumbu Karang Aceh

Kompas.com - 02/11/2012, 03:17 WIB

Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh mencatat setiap tahun 7 persen terumbu karang di provinsi itu hilang. Padahal, akibat tsunami pada 26 Desember 2004, luasan terumbu karang terkikis antara 40-75 persen, hingga tinggal tersisa 89.652 hektar. Dengan kondisi itu, kurang dari 15 tahun lagi terumbu karang di Aceh akan musnah.

Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrisi bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain, dan asuhan bagi berbagai biota. Selain itu, terumbu karang juga menghasilkan bermacam jenis ikan karang, udang karang, lobster, alga, teripang, dan mutiara.

Marzuki mengatakan, faktor manusia masih menjadi penyebab utama hancurnya terumbu karang di Aceh. Masih banyak nelayan yang nekat memakai jaring trawl dan bahan peledak untuk menangkap ikan.

Akibat langsungnya pun kini mulai dirasakan nelayan di sejumlah pesisir Aceh. Saifuddin (45), nelayan di Lampulo, Banda Aceh, menuturkan, lima tahun terakhir sangat sulit menangkap ikan di pinggir pantai. Padahal, sebelum terumbu karang dan mangrove di kawasan pesisir Banda Aceh musnah, nelayan setempat bisa memancing ikan berbagai jenis di pinggir pantai.

”Sekarang untuk mendapatkan ikan bawal atau ikan besar, kami harus melaut ke tengah. Padahal, untuk ke tengah biayanya besar,” kata dia.

Kepala Seksi Pengelolaan Pesisir dan Konservasi Taman Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Abdus Syakur menuturkan, berkurangnya terumbu karang menjadi ancaman bagi perekonomian masyarakat pesisir. Ulah manusia menjadi penyebab utama.

Ia menuturkan, dengan garis pantai sepanjang 2.666,27 kilometer (km), Aceh memiliki nelayan yang sangat besar, yakni 61.768 keluarga dengan 58 persen adalah nelayan tetap serta sisanya nelayan paruh waktu. Dari jumlah itu, 25 persen nelayan berada di bawah garis kemiskinan. Angka kemiskinan nelayan itu menjadi angka kemiskinan tertinggi dibandingkan dengan sektor kehidupan apa pun di Aceh, yang rata-rata berada pada angka 20 persen.

”Akibat kemiskinan itu, masyarakat pesisir banyak yang mencari nafkah dengan merusak, misalnya dengan menebang hutan mangrove atau menangkap ikan dengan bom,” kata Syakur.

Sosialisasi

Untuk mengurangi persoalan itu, Jaringan Kuala Aceh dan sejumlah organisasi pencinta lingkungan beberapa waktu terakhir giat mengadakan sosialisasi. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan memberdayakan kembali Panglima Laot, institusi adat masyarakat pesisir, untuk menjaga kelestarian lingkungan laut, khususnya terumbu karang dan mangrove.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com