Kondisi itu ironis, mengingat dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 Sumatera, termasuk di dalamnya Bengkulu sebagai salah satu pusat ekonomi, diarahkan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil bumi serta lumbung energi nasional. Kenyataannya, listrik di Bengkulu belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
PLTA Musi hanya satu dari sekian banyak pembangkit listrik di Bengkulu. Selain itu, ada PLTA Lebong dan PLTA Mikro Air Putih. Ada juga rencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Hulu Lais.
Sebenarnya pasokan dari PLTA Musi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di Bengkulu, yang pada beban puncak hanya sebesar 100 MW. Namun, jaringan transmisi yang tidak memadai menyebabkan ketersediaan listrik yang bisa dinikmati warga sangat terbatas.
Bahkan, kondisi listrik di Kota Bengkulu kini kritis. Daya yang tersedia yang bisa dinikmati masyarakat hanya sekitar 1 MW. Pembangunan gardu induk (GI) baru di Pulau Baai kian terkatung-katung karena persoalan pembebasan lahan. Penggantian konduktor dan penambahan trafo di GI Sukamerindu untuk meningkatkan kapasitas penyaluran listrik di Kota Bengkulu diperkirakan hanya mampu bertahan dua tahun. Pemadaman listrik masih sering terjadi.
Manajer PT PLN Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu Area Bengkulu Hadi Saputra mengakui, mayoritas listrik dari pembangkit di Bengkulu masuk ke jaringan interkoneksi dan dinikmati daerah lain.