Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/09/2012, 12:47 WIB

KOMPAS.com - Perkembangan gadget yang makin kompetitif membuat para produsen menciptakan beragam produk ponsel pintar. Kelengkpan fitur ponsel seolah menjawab kebutuhan setiap orang untuk berkomunikasi dan mengatualisasikan diri.

Di sisi lain, mungkin tanpa disadari, Anda menjadi sering cemas jika mendapati indikator baterai telepon seluler Anda menunjukkan warna merah. Anda juga takut jika tak sengaja meninggalkannya di rumah. Apabila kondisi diri demikian, bisakah Anda disebut kecanduan akan keberadaan telepon seluler?

Beberapa psikiater mengklaim kondisi seperti tersebut di atas sudah termasuk gejala kecanduan. Kecanduan telepon seluler atau diistilahkan dengan nomofobia, pertama kali diciptakan oleh para peneliti dari Inggris pada tahun 2008. Para peneliti merumuskan istilah ini untuk menggambarkan orang-orang yang cemas ketika mereka kesulita memiliki akses ke teknologi mobile seperti telepon seluler.

Penderita nomofobia selalu hidup dalam kekhawatiran dalam meletakkan telepon selulernya. Ibaratnya, barang satu ini harus menempel atau dekat dengannya kemanapun ia pergi. Mereka akan terus-terusan memerikan teleponnya, takut kehabisan baterai, takut melewatkan telepon dan sms.

Baru-baru ini, sebuah perusahaan yang bergerak dalam perlindungan keamanan penggunaan telepon seluler, SecurEnvoy, melakukan jajak pendapat terkait hubungan telepon seluler dan nomofobia terhadap 1.000 orang. Temuan dari jajak pendapat tersebut menunjukkan, 66 persen responden mengalami kondisi kecemasan tinggi.

Dari persentasenya, perempuan lebih rentan nomofobia daripada laki-laki yakni sebesar 70 persen, sementara kalangan pria 61 persen. Untuk kategori umur, 77 persen responden berusia 18 - 24 tahun mengalami nomofobia dibandingkan responden berusia 25 -34 tahun dengan persentase sebesar 68 persen.

Dr.Keith Ablow mengatakan, seseorang yang kebingungan karena jauh dari gadget akan membangun batas kontak interpersonal. Para nomofobia menjadi kurang aktif dalam kegiatan luar ruangan, mengurangi percakapan dan mengurangi keintiman.

"Jika seseorang membutuhkan sesuatu seperti telepon atau tiga gelas anggur demi merasa normal atau terbebas dari rasa panik, hal tersebut sudah termasuk tidak normal," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com