Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/09/2012, 09:47 WIB

Aku senang dikelilingi anak-anak. Bagiku, tak peduli seburuk apa hari berlalu, canda tawa anak-anak serta lengkung senyum dari bayi yang tengah tertidur selalu menghangatkan jiwaku.

Ada kepingan surga di sana...

Tak heran, pojok ruangan bersalin merupakan salah satu tempat favoritku untuk bersantai atau sekedar menikmati secangkir kopi sejenak saat istirahat makan siang. Bukan hanya itu, ruangan bersalin merupakan tempat dimana aku berkenalan dengan jiwa-jiwa penduduk baru planet bumi nan mungil, para bayi!!

Dengan seratus lebih angka kelahiran setiap bulannya, ruang bersalin kami tak pernah lepas dari suara erangan para ibu atau tangisan bayi mereka. Dan ketika ruang bersalin sedang penuh-penuhnya, beberapa ibu hamil harus rela bersedia melahirkan di lantai beralaskan terpal.
Bahkan, sejak jauh-jauh hari sebelum tanggal persalinan, para ibu hamil biasanya telah tiba dan tinggal di pusat kesehatan kami.

Jauhnya jarak rumah serta keterbatasan sarana transportasi tak memberikan mereka pilihan lain selain harus berjalan kaki (menuju pusat kesehatan kami). Itulah sebabnya mereka cenderung tiba jauh lebih awal, bahkan sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Biasanya, mereka ditemani oleh seorang kerabat. Aku jarang melihat mereka datang ditemani suami. Kehidupan yang sulit memaksa para suami untuk harus tetap bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun para ibu ini sangat tangguh. Sering kali, hanya beberapa jam setelah melahirkan, aku memergoki mereka sedang memasak shima di halaman belakang pusat kesehatan kami...   

Para ibu yang melahirkan di fasilitas kami sangat bervariasi; mulai dari gadis remaja belia sampai wanita dewasa yang telah mendekati monopause. Dari kehamilan pertama hingga kelahiran kelima, yang mulus bersalin sampai mereka menyebabkan kami melewatkan malam dengan perasaan cemas dan was-was. Namun pada akhirnya, semuanya selalu sama: tangisan pertama bayi yang baru lahir selalu menghiburku...

Seusai proses persalinan, jika ibu dan bayi dalam kondisi prima, kami akan mengijinkan mereka pulang dalam kurun waktu 48 jam – setelah mereka mendapatkan sesi bimbingan ASI dan Perawatan Ibu dan Anak, tentunya!

Beberapa hari yang lalu, aku dan Pascanalo – perawat yang sekaligus merangkap sebagai bidan di pusat kesehatan kami – memberikan bimbingan ASI dan Perawatan Ibu dan Anak. Aku merasa lucu, mencoba mengajarkan ibu-ibu ini tentang ASI, bagaimana merawat tali pusat bayi, atau  hal-hal lainnya seperti pentingnya mengganti popok bayi secara teratur. Sesi bimbingan menjadi sangat lucu dan menyenangkan karena aku dan Pascanalo tak lebih dari dua orang pria yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam memberikan ASI. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kami berdua sama-sama masih lajang, semakin jelaslah bahwa mengurusi bayi bukan merupakan keahlian kami.
Namun di tengah-tengah sesi bimbingan itu aku tersadar...

Aku tidak harus berpengalaman untuk ini....
Karena intuisi seorang ibu telah mereka memiliki, berakar dalam otak mereka.
Tugas kami hanyalah untuk mengeluarkan, membimbing dan mengarahkan intuisi mereka tersebut.

Selama sesi tersebut, aku sungguh terhibur mengamati tingkah para ibu baru ini. Begitu nyata ungkapan kasih sayang yang aku saksikan melalui belaian lembut yang mereka berikan ketika sang bayi menangis, serta keanggunan dalam cara membalut dekap bayi mereka. Bayi-bayi di sini lazimnya dibalut dengan kain chitenjes baru yang sengaja dibeli oleh sang ibu demi menyambut kelahiran sang anak. Sesulit apapun kehidupan, serta mahalnya harga kain ini, chitenjes baru selalu ada.

Aku sempat terlena memikirkan berbagai pengorbanan ibu. Walaupun kehidupan bayi-bayi ini mungkin tidak akan mudah, dan bahwa mungkin tidak semua dari mereka bisa tumbuh dewasa, tapi disanalah, dibalik setiap belaian lembut sang ibu, harapan akan masa depan selalu hidup....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com