Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adakah Masa Depan Bumi...

Kompas.com - 20/09/2012, 02:28 WIB

Oleh Brigitta Isworo Laksmi

Peran laut es Arktik di kutub utara kurang mendapat perhatian dari pusat pusaran isu perubahan iklim. Selama ini, yang menjadi pusat pembicaraan adalah laut es Antartika. Model yang dibuat Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim dipandang kurang memadai.

Pengamatan di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda dari model yang dibuat para ahli yang tergabung dalam Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Kesimpulan tersebut dimuat dalam Journal of Geophysical Research volume 116, C00D07, 17 PP, 2011, yang diunggah dalam situs http://www.agu.org/pubs/crossref/2011/2011JC007110.shtml.

Model tersebut tidak memberi bobot cukup pada kecepatan penipisan lapisan es dan peningkatan kinematika es (kecepatan dan tingkat perubahan bentuk). Padahal, kedua faktor tersebut menyebabkan munculnya umpan balik positif. Ternyata di lapangan, pengecilan luasan es lebih cepat dari perkiraan semula.

Proses mencairnya es di kutub bukan semata-mata akibat dari pemanasan global. Sebagai sebuah fenomena pemanasan global, mencairnya es di kutub menghasilkan proses umpan balik positif. Sejumlah aspek dari sistem itu sebaliknya juga dipengaruhi perubahan iklim.

Umpan balik positif menyebabkan terjadinya siklus berkelanjutan dan percepatan mencairnya es. Tutupan es di dunia meliputi 11 persen luas laut seluruhnya. Permukaan laut es memengaruhi pemantulan radiasi panas matahari, salinitas (kadar garam laut), serta pertukaran panas laut-atmosfer.

Rekor minimum bentangan

Kantor The National Snow and Ice Data Center (NSIDC) University of Colorado Boulder, AS, Senin (17/9), menerbitkan analisis bahwa tahun ini bentangan laut es di Arktik telah melewati kondisi minimum yang terjadi pada tahun 2007. Lembaga NSIDC yang merupakan bagian dari Cooperative Institute for Research in Environmental Sciences, University of Colorado Boulder, tersebut didukung Badan Atmosfer dan Ruang Angkasa Nasional (NASA) dalam pendataannya.

Bentangan es di Laut Arktik pada tanggal 17 September 2012 adalah 3,41 juta kilometer persegi. Kondisi minimum ini sudah melampaui luas minimum lapisan es di Arktik yang terjadi 18 September 2007, yaitu seluas 4,17 juta kilometer persegi. Perbedaan luas es tersebut mencapai 760.000 kilometer persegi. Perbedaan luas itu sebanding dengan 1,5 kali lipat luas Pulau Kalimantan secara utuh.

Berkurangnya luasan es dari tahun ke tahun telah terjadi sejak tahun 1979. Luasan minimum tahun 1979 tersebut terdeteksi melalui citra satelit Era.

Ilmuwan dari NSIDC, Walt Meier, mengatakan, ”Itu hanyalah angka yang suatu waktu akan berhenti naik-turun sehingga kita bisa menetapkan rekor (minimum). Namun, dalam konteks apa yang terjadi beberapa tahun terakhir, dari rekaman satelit, angka ini menjadi indikasi bahwa tutupan es Laut Arktik sudah berubah secara mendasar.”

Luas tutupan es di Laut Arktik berubah dari waktu ke waktu sesuai siklus musim panas-musim dingin. Es mencair pada musim panas dan membeku kembali pada musim dingin. Pembekuan mencapai puncaknya pada bulan Maret. Normalnya pencairan es di Arktik berhenti bulan Agustus. Saat itu, di ujung utara mulai berlangsung musim gugur.

Musim panas di Arktik akan berakhir dua-tiga minggu lagi. Kepala Institut Meteorologi Denmark (DMI) Nicolai Kim menyebutkan, es Arktik sekarang lebih rentan, lebih mudah mencair, karena kini jumlah lapisan es yang keras dan bisa tahan lebih dari setahun semakin sedikit.

”Tutupan es pada Maret 2012 amat luas, tetapi yang bisa bertahan lama amat sedikit jumlahnya. Jadi, es ini sekarang amat cepat mencair,” kata Kim.

Kecepatan penurunan luas lapisan es di Arktik terjadi lebih cepat dari proyeksi yang dibuat para ahli lima tahun lalu. ”Ini akibat perubahan iklim,” ujar Kim.

Aktivitas meningkat

Semakin kecilnya luasan es di Arktik akan menimbulkan umpan balik positif yang lebih besar. Pemanasan global sudah diyakini terjadi akibat aktivitas manusia yang melepaskan emisi gas rumah kaca.

Perairan Arktik yang semakin terbuka telah membuka jalur pelayaran baru yang menghubungkan Laut Atlantik dan Laut Pasifik. Pekan ini, kapal China telah melalui jalur tersebut untuk pertama kalinya.

”China mempunyai berbagai kepentingan, yaitu bisnis, ilmu pengetahuan, dan geopolitik,” ungkap Direktur Norwegian Polar Institute Jan Gunnar Winther.

Aktivitas di kawasan yang kaya akan sumber daya minyak dan gas ini akan meningkat seiring terbukanya laut es Arktik. Aktivitas manusia dengan emisi gas rumah kaca tinggi, misalnya transportasi dan pengeboran minyak, itu akan menjadi umpan balik positif bagi pemanasan global.

Seperti diberitakan kantor berita Reuters, berdasarkan kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan ikutannya, para ahli memproyeksikan bahwa es di Arktik akan lenyap seluruhnya dalam beberapa dekade mendatang.

Bukan hanya kemungkinan naiknya permukaan laut yang akan mengancam kelangsungan bumi, dampak ikutan yang luar biasa akan segera menyusul. Dampak-dampak tersebut antara lain berubahnya lingkungan fisik, termasuk hilangnya es, berkurangnya permafrost (lapisan kerak bumi yang membeku), dan sistem hidrologi yang terganggu.

Hilangnya permafrost dan es akan menyebabkan penyerapan radiasi panas matahari oleh permukaan laut meningkat. Akibatnya, habitat laut terganggu, yang berakibat pada rantai makanan dan kekayaan biota. Semua itu pada akhirnya akan berdampak pada kehidupan manusia secara ekonomi dan sosial.

Fenomena perubahan iklim sungguh sarat dengan umpan balik positif. Masihkah bumi kita dan kehidupan di atasnya punya masa depan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com