Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diperlukan Lembaga Independen Pengelola Dana Riset

Kompas.com - 27/08/2012, 17:56 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dana riset Indonesia sudah diketahui minim. Dana minim tersebut semakin menyulitkan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia karena dikelola secara tidak efektif.

Demikian diungkapkan Prof Sangkot Marzuki, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), dalam pertemuan di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta, Senin (27/8/2012).

Sangkot mengungkapkan, pendanaan riset di Indonesia terkait tahun anggaran dan periodenya singkat. Tak jarang, kebijakan riset berubah seiring pergantian pemerintahan. Akibatnya, banyak proyek riset tak terselesaikan.

Kelemahan lain, Indonesia tak memiliki lembaga independen yang mengelola dana riset. Selama ini, dana riset tersebar di lembaga-lembaga pemerintah seperti Kementerian Ristek, Pendidikan, Pertanian dan Kesehatan."

"Karenanya fokusnya kemudian adalah pada kepentingan lembaga-lembaga itu. Yang memperjuangkan ilmu pengetahuan Indonesia untuk Indonesia itu belum ada," papar Sangkot.

Sangkot menjelaskan, diperlukan lembaga independen pengelola dana riset. AIPI mengusulkan adanya Indonesia Science Fund, serupa dengan National Science Foundation yang dimiliki Amerika Serikat saat ini.

"Kita harus cari satu sistem alternatif, dana harus dikelola dengan benar. Dana jangan dibagi sama rata. Kita harus lihat champion-champion yang bagus. Dana diberikan pada mereka yang memang bagus," papar Sangkot.

Adanya lembaga independen akan membatu mengelola dana untuk riset yang diprioritaskan dan menjamin riset bisa dilakukan dalam jangka panjang. Lembaga independen tidak harus lembaga baru, tetapi bisa dipercayakan pada yang sudah ada, misalnya AIPI.

Menurut Sangkot, Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan dalam riset. Saat ini, berdasarkan publikasi hasil penelitian dan paten, Indonesia tak terpaut jauh dengan Bangladesh.

Sangkot menyatakan, "Tidak pantas Indonesia yang besar, negara anggota G20, masuk di posisi itu."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com