Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Bebeberapa Cara Memusnahkan Bangkai Paus

Kompas.com - 02/08/2012, 12:26 WIB
Lasti Kurnia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- Upaya menenggelamkan bangkai paus di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, akhirnya berhasil. Pada pukul 11.40 tadi bangkai paus sperm whale yang sebelumnya terdampar di perairan Karawang dan kemudian ditarik ke laut namun akhirnya mati di perairan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi itu tak lagi terlihat mengambang.

Penenggelaman bangkai paus hanyalah salah satu cara untuk memusnahkan bangkai paus yang tubuhnya sangat besar itu. Jika tidak dimusnahkan, bangkai paus itu berpotensi menimbulkan berbagai masalah.

Inilah beberapa catatan yang diperoleh dari sejumlah sumber tentang upaya pemusnahan bangkai paus yang pernah dilakukan sejumlah negara.

Pada 12 November 1970, paus sperm whale sepanjang 14 meter dengan bobot 8 ton terdampar di pantai Oregon, Amerika Serikat. Setelah berkonsultasi dengan sejumlah petinggi di Angkatan Laut Amerika, penanggung jawab wilayah pantai kemudian memutuskan untuk tidak menguburkan bangkai tersebut karena ukurannya terlalu besar. 

Bangkai itu lalu diledakkan dengan dinamit agar bangkai paus terpecah menjadi potongan-potongan dan lebih mudah untuk dibersihkan. Lalu, dimasukkanlah 0,5 ton dinamit ke dalam bangkai paus dan diledakkan. 

Di luar perkiraan, jumlah dinamit ini berlebihan dan terjadi ledakan hebat. Potongan-potongan bangkai paus terlontar ke jalan raya dan parkiran mobil. Salah satu potongan membuat penyok mobil di parkiran.

Peristiwa ini terkenal dengan sebutan exploding whale yang terus dikenang sebagai kejadian tragis dan konyol dalam sejarah.

Tahun 1979, terjadi kembali di Oregon. Sebanyak  41 sperm whale terdampar. Kali ini otoritas setempat telah belajar banyak dari peristiwa 1970. Mereka kemudian memilih cara lain, membakar bangkai paus dan kemudian menguburkannya. Proses pembakaran memakan waktu dua hari.

Pada 6 Agustus 2001, paus humpback whale sepanjang 10 meter dengan bobot 20 ton terdampar  di pantai Afrika Selatan. Paus tersebut masih dalam keadaan hidup. Upaya penarikan ke laut dilakukan sehari penuh, namun berulang kali gagal karena kuatnya hantaman ombak.

Pemerintah setempat kemudian memutuskan untuk membius dan memasang peledak ke tubuh paus. Upaya yang kelihatan kejam tersebut dikatakan terpaksa dipilih, untuk dapat mengakhiri penderitaan paus tersebut. Paus kemudian diledakkan dengan alat peledak daya rendah.

Pada 26 Januari 2004, di Tainan City, Taiwan, paus sperm whale sepanjang 17 meter dengan bobot 60 ton terdampar. Paus tersebut telah sekarat dan mati. Professor Wang Chien-ping dari National Cheng Kung University di Tainan, hendak membawa bangkai paus tersebut ke Pusat Riset Shi-Tsao Natural Preserve. Tujuannya untuk melakukan otopsi demi kepentingan pendidikan.

Bangkai paus dinaikkan ke truk trailer, setelah melalui proses pemindahan selama 13 jam dengan mengunakan 3 crane dan melibatkan tenaga 50 orang. Saat bangkai dibawa melalui jalan raya melintasi perkotaan, bangkai tersebut meledak di atas trailer. 

Ledakannya terjadi pada bagian punggung, begitu hebat hingga darah dan sejumlah isi perut terlontar ke jalan berhamburan mengenai kios, kendaraan, pejalan kaki, dan  jalan raya disekitarnya. Warga harus mengunakan masker saat membersihkan karena bau busuk yang luar biasa menyengat.

Namun demikian, badan paus tetap utuh kecuali terdapat lubang di punggungnya. Peristiwa ledakan tersebut tidak menghentikan proses otopsi bangkai paus yang tetap dilanjutkan. Para ilmuan mengatakan bahwa ledakan tersebut terjadi akibat akumulasi gas yang terbentuk dari proses pembusukan di dalam bangkai paus.

Namun, tidak dapat dipastikan, berapa banyak dan berapa lama akumulasi gas akan mencapai momentumnya untuk meledak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com