Partikel Tuhan? Membayangkan saja sulit, termasuk bagi komunitas fisika partikel. Akhir pekan lalu, temuan partikel itu—subatom partikel Higgs— menghebohkan dunia. Disebut ”partikel Tuhan” karena disebut-sebut sebagai kunci terbentuknya alam semesta. Benarkah?
Leon M Lederman, peraih Nobel Fisika 1988, penemu neutrino muon dan bottom quark, bersama grup
Kehebohan bertambah menyusul eksperimen Large Hadron Collider (LHC) di Geneva, Swiss. LHC melakukan eksperimen fisika energi tinggi terbesar dan termahal di muka bumi. LHC di bawah naungan
Meski ada kata nuklir, CERN sama sekali tak terkait pengembangan teknologi nuklir, apalagi senjata nuklir.
LHC melingkar sepanjang 27 kilometer di terowongan berdiameter 4 meter pada kedalaman puluhan meter di bawah tanah. Di sana, proton dan antiproton dipercepat, lalu ditumbukkan dari arah berlawanan dengan energi super-tinggi, masing-masing mencapai 7-8
Untuk eksperimen itu dibutuhkan medan magnet dengan kuat medan superbesar. Tak mengherankan jika LHC butuh daya listrik dari dua pembangkit berbeda untuk menjamin eksperimen berlangsung sesuai jadwal (bisa berbulan-bulan) tanpa jeda. Anggaran tahunan CERN sekitar Rp 10 triliun. Penyokongnya tak hanya negara adidaya bidang sains, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan China, tetapi juga merangkul negara ”kecil”, seperti Israel, Iran, Tunisia, bahkan Thailand dan
Pada konteks tuntutan serba super ini, partikel terakhir yang diprediksi dalam Model Standar Fisika Partikel (MSFP) dan disebut ”partikel Tuhan” dikejar. Partikel Higgs adalah partikel terakhir yang belum ditemukan dalam kerangka teori MSFP.
Model standar mengacu pada bangunan teori yang disusun puluhan tahun oleh para fisikawan. Hal itu menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk dari bahan-bahan dasarnya.
Sebelumnya, partikel terakhir yang ditemukan adalah