SURABAYA, KOMPAS
Perwitasari Fitrah Lazzary, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Unair, menuturkan, getah pisang sengaja dipilih karena kerap digunakan dalam pengobatan tradisional. ”Kalau dulu orang kena luka, ambil pelebah pisang, dipotong, lalu ditempelkan di luka. Zat di
Ide membuat benang jahit operasi itu muncul setelah dirinya menderita luka yang harus dijahit. ”Ternyata harganya mahal, benang satu sentimeter saja harganya Rp 200.000,” tambahnya.
Berangkat dari peristiwa itu, Wita mulai mencari tahu soal benang jahit operasi. Ternyata benang itu diimpor. Bahan pembuat benang rata-rata tidak dijelaskan sehingga ia berpendapat Indonesia selamanya akan bergantung pada benang jahit operasi impor.
Wita lalu mengajak empat temannya dari Fakultas Sains dan Teknologi, Farmasi, dan Kedokteran Hewan. “Jadi penelitiannya multidisiplin karena memang perlu begitu,” kata Satrio Andhitioso dari Fakultas Sains dan Teknologi Unair.
Tim tersebut bekerja sekitar empat bulan untuk menemukan formula dan persentase bahan yang tepat. Biaya penelitian, antara lain, diperoleh dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional yang memberikan dana Rp 6,6 juta.
Mereka menemukan bahwa getah pisang mengandung tiga senyawa, yakni saponin yang bisa mengangkat kotoran pada luka, asam askorbat yang merangsang pertumbuhan jaringan baru, dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.
Mereka mencampur getah pisang dengan bahan lainnya. Campuran itu kemudian melewati uji kandungan, uji tarik untuk mengetahui elastisitas bahan benang, uji kelarutan, uji toksisitas, dan uji kualitatif.
Mereka berhasil membuat bahan dengan kekuatan tarik mencapai 2,386 giga pascal, menyamai kekuatan tarik pada benang jahit operasi yang saat ini beredar. Penelitian ini berhasil masuk sebagai peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2012 di Yogyakarta.
Meski demikian, mereka belum bisa membuat bahan tersebut menjadi benang yang