Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Burung Cenderawasih, Nasibmu Kini

Kompas.com - 24/06/2012, 09:58 WIB

KOMPAS.com - Burung cenderawasih yang menjadi ikon Papua di ambang kritis. Perubahan ekologi dan orientasi ekonomi membawa ancaman primer dan sekunder bagi hewan endemik Papua ini.

Ancaman primer berupa kerusakan habitat. Adapun ancaman sekunder berupa perburuan dan perdagangan secara besar-besaran dan terselubung.

Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, Herman Soh, saat memantau burung cenderawasih di Enarotali, ibu kota Kabupaten Paniai, awal Mei lalu, mengungkapkan indikasi menurunnya populasi cenderawasih di Papua.

Hasil penelitian terakhir pada Maret 2012 yang dilakukan BKSDA Papua di salah satu lokasi habitat cenderawasih diketahui setiap satu kilometer persegi hanya ditemukan 2-3 ekor cenderawasih. Padahal, tahun 2000-2005 masih ditemukan 10-15 ekor. ”Ini tingkat degradasi yang sangat memprihatinkan,” kata Soh.

Penurunan populasi cenderawasih itu antara lain karena pemekaran kabupaten baru, pembangunan akses jalan, permukiman penduduk, pembalakan hutan, dan perburuan serta penangkapan. Setiap pembukaan jalan, pembangunan perkantoran, permukiman penduduk, penambangan, dan pembalakan hutan selalu ada cenderawasih yang ditangkap, atau sarang cenderawasih bersama telur dan anak yang baru menetas hancur.

Data WWF Papua menyebutkan, pada tahun 1900-1930-an penjualan cenderawasih mencapai 10.000-30.000 ekor per tahun. Tahun 1912, misalnya, penjualan mencapai 30.000 ekor dalam satu kali pengiriman kapal ke Jerman dan Inggris untuk kebutuhan fashion.

Tahun 1904-1908 jumlah cenderawasih yang masuk ke London 155.000 ekor, ke Perancis sekitar 1.200.000 ekor. Total penjualan burung cenderawasih selama 1820-1938 ke seluruh Eropa ditaksir kurang dari 3 juta ekor.

Perdagangan cenderawasih masih terus berlangsung. Hanya saja dilakukan secara tertutup dan sulit terpublikasi. Pemburu, penadah, dan penjual cenderawasih di Papua bervariasi, mulai dari individu yang menjual di jalan-jalan ke arah pedesaan, kecamatan terpencil, bahkan di pasar-pasar tradisional.

Soh menyebutkan, dalam penelusuran BKSDA Papua beberapa waktu lalu di Bonggo, Kabupaten Sarmi, ditemukan oknum anggota TNI memelihara puluhan ekor cenderawasih dalam sebuah kandang. Oknum TNI itu mengaku menyelamatkan cenderawasih dari masyarakat yang hendak menjualnya ke pasar.

"Tetapi saat kami meminta burung cenderawasih itu, dia tidak mau beri dengan alasan macam-macam. Masih banyak kasus penangkapan, penjualan, dan pengiriman cenderawasih ke luar Papua. Bayangkan, di Jawa Barat, khususnya daerah di sekitar Bogor, ada taman burung cenderawasih yang jumlahnya puluhan ekor. Dari mana mereka dapatkan burung-burung itu?" ujar Soh.

Pada ruas jalan Nabire-Enarotali, tepatnya di Km 180, terpajang delapan ekor burung cenderawasih awetan. Burung mati-kering itu sengaja dipajang untuk dijual kepada para pelintas jalan. Harga cenderawasih kremasi itu berkisar Rp 120.000-Rp 150.000 per ekor.

43 jenis

Sebanyak 43 jenis cenderawasih tersebar dari Australia sampai Pulau Papua, dan ke arah barat sampai Pulau Maluku. Khusus di Papua terdapat 38 jenis, sebagian besar tersebar di dataran tinggi, dan beberapa jenis hidup di pulau-pulau sekitar pulau Papua.

Jenis-jenis cenderawasih itu antara lain cenderawasih jambul (Cnemophilus macgregorii), dengan panjang sekitar 25 cm, jantan berwarna jingga keemasan di bagian atas (punggung), bagian bawah hitam, dan betina berwarna zaitun kecoklatan. Cenderawasih ekor panjang (Paradigalla carunculata), panjang 38 cm, berhabitat di bagian barat pegunungan Jayawijaya dan daerah kepala burung (Sorong). Burung ini berwarna hitam dengan gelambir berwarna kuning mencolok di dahi dan ekor.

Jenis-jenis cenderawasih ini sudah jarang ditemukan di hutan Papua. Perkembangbiakan burung ini memang tak banyak dan tidak mudah. Cenderawasih mudah stres. Dalam sebuah sarang hanya ditemukan 1-2 butir telur. Burung ini jarang bertelur sampai lebih dari tiga butir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com