Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partikel Pembeda Makna?

Kompas.com - 08/06/2012, 03:21 WIB

MULYO SUNYOTO

Bukan sekali dua kali saya menjumpai orang-orang yang berpandangan bahwa frasa belajar bahasa punya makna berbeda dari belajar tentang bahasa. Yang pertama dimaknai sebagai ’belajar praktik berbahasa’, yang kedua ’belajar ilmu bahasa’. Perbedaan itu sering digunakan untuk menyederhanakan penjelasan tentang mengapa siswa-siswi kita tak becus bercakap dalam bahasa Inggris meski lebih dari sewindu mereka berkutat dengan bahasa asing itu. ”Habis, mereka bukannya belajar bahasa Inggris, tapi belajar tentang bahasa Inggris,” demikian tutur kaum pemberi makna ekstra pada partikel tentang itu.

Pemaknaan semacam itu jelas merontokkan pengertian yang didekap linguis bahwa partikel adalah kata bermakna gramatikal alih-alih leksikal. Artinya: partikel tak bermakna dalam kesendiriannya (sampai-sampai ada yang menyebutnya kata hampa, empty word), tapi berfaedah membangun kegramatikalan frasa atau kalimat dengan menyatakan hubungan antara kata dan kata, kata dan frasa, kata dan kalimat, frasa dan frasa, frasa dan kalimat, kalimat dan kalimat, dan seterusnya.

Dihadapkan pada dua pandangan kontras itu, saya memilih yang konservatif: partikel tak cukup digdaya menyandang makna leksikal dalam perilaku linguistik. Inilah setumpuk argumen untuk merontokkan kembali keberterimaan beda makna dua frasa di atas.

Saya pikir, belajar bahasa dan belajar tentang bahasa adalah dua bentuk berbeda tapi sama makna. Yang pertama: belajar sepantar dengan mempelajari sebagai verba transitif, yang kedua taktransitif. Pemikiran ini pula yang menjelaskan kesamaan makna belajar ilmu bahasa dan belajar tentang ilmu bahasa; belajar berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan belajar tentang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Dalam kancah semantika, perbedaan substansial dan esensial hampir pasti bukan terletak pada ada-tiadanya partikel, tapi pada perbedaan pilihan makna verba atau nomina. Contoh: menulis prosa dan mengarang prosa (beda verba); belajar astronomi dan belajar astrologi (beda nomina).

Sulit saya bayangkan bagaimana mereka—kaum pemberi makna leksikal pada partikel—menjelaskan perbedaan makna dua frasa ini: belajar filsafat dan belajar tentang filsafat. Apakah yang pertama bermakna ’belajar mempraktikkan ajaran filosofis dalam perilaku keseharian’, sementara yang kedua ’belajar filsafat sebagai disiplin akademis’? Lalu apa beda belajar sastra Perancis dan belajar tentang sastra Perancis?

Apakah yang pertama berarti ’belajar menulis novel seperti cara Gustav Flaubert mencipta Madame Bovary’, sementara yang kedua ’belajar sastra Perancis sebagai telaah ilmiah’? Pembedaan ini rasanya sih mengada-ada. Apa boleh buat. Siapa tahu banyak yang menerimanya sebagai penjelasan yang meyakinkan, kalau bukan ilmiah. Bukankah dalam bahasa yang berlaku adalah ihwal keberterimaan, bukan kebenaran?

Sesungguhnya, tanpa diberi bobot makna tambahan, kehadiran partikel tentang sudah menyandang peran dahsyat dalam konstruksi sebuah kalimat. Kedahsyatannya saya rasakan sekitar lima tahun silam saat saya menemukan judul berita di harian Kompas edisi 21 Agustus 2007: ”Mahasiswa Diingatkan Toleransi”. Luar biasa, di luar nalar: toleransi mengingatkan mahasiswa! Pemunculan kata tugas tentang atau sinonimnya dalam judul berita itu mutlak. Makanya jangan coba-coba melupakan kehadirannya saat diperlukan. Juga tak perlulah menambah-nambahkan makna padanya melebihi arti asasinya.

Mulyo Sunyoto Magister Pendidikan Bahasa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com