Pekanbaru, Kompas -
”Benar ada informasi dari lapangan,” kata K Simbolon, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, yang dihubungi Kamis siang.
Menurut dia, kematian gajah kemarin masih terkait penemuan lima gajah yang mati pada Maret hingga pertengahan Mei. Awalnya, bulan Maret 2012 ditemukan bangkai tiga gajah di Desa Pangkalan Gondai.
Meski lokasi kematian gajah di luar TNTN, semua pada koridor lintasan gajah TNTN. Kematian tiga gajah itu akibat racun.
Awal April, seekor gajah mati sekitar satu kilometer dari Desa Sungai Tapa, lokasi kematian gajah terbaru. Pertengahan Mei, seekor gajah mati lagi di koridor kawasan hutan di tepi TNTN.
Kawasan Sungai Tapa, lokasi penemuan gajah mati kemarin, merupakan salah satu wilayah TNTN yang dirambah masyarakat dan berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Catatan WWF Riau, luas kawasan TNTN yang dirambah 28.000 hektar dari total areal 83.000 ha.
Syamsidar, juru bicara WWF Riau, mengungkapkan, dari enam gajah mati di koridor dan di dalam kawasan TNTN, kesimpulan awal adalah akibat perambahan. Pola kematian gajah umumnya disebabkan keracunan, yang dilakukan untuk melindungi kebun sawit dari kerusakan.
Dari kematian gajah-gajah itu, bahkan berkembang pola pengambilan gading untuk dijual. Itu ditemukan pada kematian gajah pertengahan bulan Mei lalu.
Meski korban gajah terhitung banyak, Simbolon yang baru sebulan menjabat belum akan melakukan penindakan kepada para perambah kawasan konservasi gajah sumatera itu. Namun, ia berjanji kasus kematian gajah ini harus diungkap tuntas sampai menghukum pelakunya.
Kemarin, tim memeriksa medis dan lingkungan untuk mengetahui penyebab kematian gajah. ”Beberapa sampel tubuh gajah akan dibawa ke laboratorium untuk memastikan penyebab kematian,” katanya.