Bekasi, Kompas
Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis Emil Agustiono dalam Diseminasi Pembelajaran Implementasi Rencana Strategis Nasional untuk Flu Burung (INSPAI), di Bekasi, Senin (28/5).
Emil mengatakan, Jawa dan Sumatera merupakan daerah berisiko tinggi munculnya penyakit zoonosis. Di kedua pulau ini perdagangan satwa liar ilegal terbilang tinggi.
Potensi munculnya penyakit zoonosis juga dipicu deforestasi yang cepat di Sumatera. Habitat yang rusak membuat satwa liar keluar dari hutan dan bertemu manusia. Hal itu memungkinkan penularan penyakit dari binatang kepada manusia dan sebaliknya.
Dalam konteks itu, ujar Emil, arti konservasi hutan jadi sangat penting. Tak hanya bagi kelestarian lingkungan, tetapi juga kesehatan manusia. Jika penyakit zoonosis muncul, akan menimbulkan kerugian dan korban jiwa.
Dari data Kementerian Kesehatan, tingkat kematian akibat flu burung di Indonesia mencapai 83 persen. Sejak tahun 2005, ketika flu burung ditemukan pada manusia, ada 189 kasus flu burung dengan kasus kematian 157 kasus. Angka itu di atas angka kematian dunia, yaitu 59 persen.
Direktur Surveilans, Imunisasi, dan Kesehatan Matra Kementerian Kesehatan Andi Muhardi menyatakan, 70 persen penyakit baru pada manusia berasal dari hewan. Bahkan, zoonosis dapat berkembang menjadi metazoonosis, di mana proses penularan menjadi lebih kompleks karena penyakit menular ke beberapa hewan sebelum ke manusia.
Kesadaran masyarakat terhadap risiko penularan penyakit dari hewan perlu dibangun. Hal itu mengingat memelihara hewan menjadi kebiasaan masyarakat kita.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.