Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lembah Emas yang Dihuni sejak Zaman Megalitikum

Kompas.com - 15/05/2012, 22:17 WIB

KOMPAS.com — Lembah-lembah yang menghampar di sepanjang Bukit Barisan telah lama dikenal kesuburannya. Lembah ini sambung-menyambung seolah membuat garis memanjang membelah Pulau Sumatera.

Dimulai dari Lembah Semangko di Lampung, menyambung ke Suoh, Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muaralabuh, Singkarak, Maninjau, Rokan Kiri, Batang Gadis, Angkola, Alas, Tangse, Seulimeum, hingga Banda Aceh.

Dikelilingi gunung-gunung api tua, 11 di antaranya masih aktif, lembah-lembah ini merupakan tempat mengendapnya abu vulkanis yang kaya unsur hara. Air berlimpah dan sebagian terbendung dalam cekungan yang terbentuk akibat gerakan tanah ataupun karena letusan gunung api purba.

Danau-danau pun tercipta; lima danau di Suoh dan Danau Ranau (Lampung), Danau Kerinci (Jambi), Danau Singkarak, Danau Diatas, dan Danau Dibawah (Sumatera Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), serta Danau Laut Tawar (Aceh).

Deretan lembah itu juga kaya dengan air panas alami dan menyimpan energi panas bumi. Berdasarkan hasil penelitian F Junghun (1854), USGS menyebutkan, sedikitnya terdapat 23 sumber air panas di sepanjang lembah Bukit Barisan yang berpotensi menghasilkan energi panas bumi. Survei yang dilakukan Geothermal Energy New Zealand Ltd pada 1986 bahkan menemukan 37 sumber air panas.

Tak hanya itu. Berimpit dengan deretan lembah, mengular "sabuk emas" yang memasyhurkan Sumatera sebagai Svarnadwipa. Kata dari bahasa Sanskerta itu berarti "Pulau Emas" seperti tertera dalam Prasasti Nalanda yang dipahat pada tahun 860 Masehi.

William Marsden, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), menyebutkan, Sumatera pernah diduga sebagai Ophir, tempat armada Solomon (Sulaiman) mengambil muatan emas dan gading. Meski dugaan tentang Ophir menurut Marsden tak berdasar, pulau ini memang penghasil emas tiada tara.

Logam mulia ini, terutama ditemukan di kawasan tengah pulau di sepanjang Bukit Barisan seperti di Martabe, Bangko, Rawas, Lebong, dan Natal. Minangkabau dianggap sebagai daerah terkaya sehingga Belanda banyak mendirikan loji di Padang.

Menurut Marsden, di daerah Minangkabau saja terdapat tidak kurang dari 1.200 lokasi tambang emas.

"Sebanyak 283.000 gram-399.600 gram setiap tahun tersimpan di Padang, di pasar bebas, atau di tangan perseorangan. Sementara itu, kira-kira 28.000 gram dipasarkan di Nalabu, di Natal kira-kira sebanyak 23.000 gram, dan di Mukomuko 17.000 gram," tulis Marsden.

TM Van Leuwen memberikan gambaran lebih komplet soal produksi logam mulia dari Sumatera. Dalam tulisannya di Journal of Geochemical Exploration, edisi ke-50, 1994, dia memperkirakan, total emas yang dikeruk dari Sumatera sejak eksplorasi Belanda hingga 1994 mencapai 91 ton dan perak sebanyak 937 ton.

Jauh sebelum Belanda datang dan mengeruk emas dari Sumatera, perdagangan emas dari pulau ini sudah berlangsung lama. Dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2003), Marie-France Dupoizat dan Daniel Perret menyebutkan, pengelana Tome Pires pada awal abad ke-16 mencatat bahwa emas diperdagangkan di seluruh pelabuhan di Sumatera, terutama di Barus.

Pelabuhan tua di pantai barat Sumatera Utara ini telah disebutkan dalam karya Ptolomeus, Geographia, yang ditulis pada abad ke-2 Masehi.

Selain mencari kapur barus, para pedagang dari berbagai negara juga memburu emas yang banyak diperdagangkan pribumi di pelabuhan ini. Logam mulia ini diduga dibawa dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan.

Dengan segenap kelimpahan daya hidup, tak mengherankan jika lembah-lembah ini telah lama menarik manusia untuk menetap di sana. Jejak kebudayaan batu besar atau megalitikum yang tersebar luas di sepanjang lembah ini menjadi bukti bahwa manusia purba telah bermukim di sana.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com