Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terumbu Karang Perairan Komodo Terancam

Kompas.com - 23/04/2012, 19:24 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

PULAU KOMODO, KOMPAS.com - Kawasan perairan kaya terumbu karang yang masuk di wilayah Taman Nasional Komodo terancam. Kantor berita AP, Jumat (20/4/2012), melaporkan bahwa  aktivitas nelayan ilegal yang menangkap ikan dengan bahan peledak menghancurkan terumbu karang yang ada.

AP yang memawancarai operator selam dan pegiat lingkungan melaporkan bahwa pemerintah Indonesia tidak melakukan perlindungan yang cukup bagi wilayah yang dikenal dengan kadal raksasa Komodo itu.

Michael Ishak, instruktur scuba dan fotografer bawah laut profesional yang telah berkunjung ke perairan ini ratusan kali mengatakan bahwa jumlah nelayan ilegal pada tahun ini lebih banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Ishak yang kembali ke perairan ini bulan lalu menuju tempat favoritnya, Tatawa Besar, menjumpai fakta bahwa terumbu karang seluas 500 meter persegi lenyap. Padahal, wilayah itu menyimpan keragaman hayati yang tinggi. Banyak juga wilayah kecil-kecil lain yang dihancurkan.

"Pertama, saya pikir, ini tak benar. Saya pasti berada di tempat yang salah," kata Ishak yang sampai harus memastikan berkali-kali bahwa ia memang mengamati wilayah yang biasa diselami sebelumnya.

"Tapi ternyata itu benar. Semua koral keras baru saja diledakkan, hancur, berjatuhan. Beberapa diantaranya masih hidup. Saya tak pernah melihat ini sebelumnya," ungkap Ishak seperti dikutip AP, Jumat.

Wilayah perairan yang kaya terumbu karang itu seharusnya dilindungi. Namun, banyak nelayan yang datang untuk berburu ikan seperti kerapu dan kakap. nelayan datang dengan perahu kecil dengan jaring. beberapa lainnya menggunakan "peledak" campuran minyak tanah dan pupuk di botol bir.

Bernafas dengan tabung yang dihubungkan pada kompresor di permukaan, nelayan muda biasanya menyelam ke lautan untuk menyemprotkan sianida, kemudian menyetrum dan menangkap ikan yang ada di terumbu karang.

Jos Pet, ilmuwan perikanan yang berpengalaman bekerjasama dengan pegiat konservasi mengatakan, "Masalah terbesar adalah nelayan bebas menuju Komodo, mengabaikan zonasi dan peraturan tentang pengambilan sumber daya. Mudah mencari ikan di wilayah warisan dunia ini."

Sementara, memberikan tanggapan, Sustyo Iriyono dari Taman nasional Komodo mengatakan bahwa masalah yang ada terlalu dibesar-besarkan. Ia juga menampik klaim longgarnya pengawasan atau penegakan hukum.

Iriyono menuturkan, penjaga sudah menahan 60 nelayan ilegal selama 2 tahun terakhir, termasuk dua nelayan muda yang ditangkap bulan lalu setelah dijumpai menggunakan bom untuk menangkap ikan di wilayah barat perairan.

Salah satu tersangka tertembak dan terbunuh setelah berusaha melarikan diri dengan melempar bom ikan pada penjaga. Sementara, tiga orang lain, termasuk salah satunya remaja usia 13 tahun, mengalami luka ringan.

"Anda lihat. Tak ada yang bisa mengatakan bahwa saya tidak bertidak dalam melawan mereka yang menghancurkan daerah selam ini," kata Iriyono. Menurutnya, kawasan tersebut adalah salah satu area yang terus dimonitor.

Selama dua dekade, The Nature Conservancy telah membantu mengurangi praktek perikanan tak ramah lingkungan. Zona Larang Tangkap ditetapkan sementara daerah pemijahan dan pesisir juga ikut dilindungi.

Tahun 2005, pemerintah memberikan izin pada Putri Naga Komodo, joint venture yang juga didanai oleh TNC dan World bank untuk mengoperasikan fasilitas wisata. Wisata diharapkan membuat taman nasional bisa mandiri dana.

Dengan 30.000 visitor internasional dan lokal, taman nasional bisa mendapatkan budget 1 miliar dollar. Sayangnya, pejabat pemerintah menginginkan dana langsung masuk ke pusat. Persetujuan dihentikan dan izin Putri naga Komodo ditarik.

Operator selam telah meinta TNC dan organisasi lain seperti WWF Indonesia untuk kembali ke Komodo dan membantu upaya konservasi. Namun, Arwandridja Rukma dari TNC menuturkan bahwa pihaknya hanya akan ikut serta dalam proyek jika atas undangan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com