Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utara Jakarta Lebih Rawan Dampak Gempa

Kompas.com - 17/04/2012, 22:01 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wilayah utara Jakarta berpotensi mengalami kerusakan lebih parah jika bangunan yang berdiri di atasnya tidak memenuhi syarat bangunan tahan gempa.

"Wilayah utara Iakarta dan banyak wilayah pantura terdiri atas tanah lunak," kata Ketua Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (ITB) Masyhur Irsyam.

Menurut Masyhur, gempa yang terjadi di suatu wilayah, baik zona subduksi maupun bukan, bisa memengaruhi wilayah sekitarnya dengan menimbulkan guncangan. Besarnya guncangan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Semakin dekat jarak wilayah dengan pusat gempa dan semakin besar magnitud, maka guncangan yang dirasakan akan semakin besar.

Namun, selain faktor jarak dan magnitud, karakteristik tanah juga menentukan. Jika tanah merupakan tanah lunak, maka guncangan gempa di batuan dasar bisa diperbesar di permukaan.

"Ini terjadi di Mexico City tahun 1985. Gempanya jauh dari kota dan goyangannya kecil. Tapi karena kondisi tanahnya, goyangan di permukaan bisa jadi 4-5 kalinya," kata Masyhur.

Masyhur mengemukakan bahwa beragamnya karakteristik tanah di berbagai daerah mempertegas perlunya mikrozonasi. Hal itu bisa digunakan untuk memperkirakan potensi kerusakan yang bisa terjadi.

Bangunan tahan gempa

Ketika potensi guncangan diketahui, salah satu yang perlu diupayakan adalah bangunan tahan gempa. Ini dikarenakan faktor penyebab korban jiwa saat gempa adalah bangunan, bukan gempa itu sendiri.

Saat ini, diketahui salah satu gempa yang bisa mengakibatkan guncangan di Jakarta adalah dari subduksi Sumatera Selatan berjarak 210 km. Gempa 8,7 skala Richter (SR) bisa mengakibatkan guncangan 0,09 g.

Sumber gempa lainnya adalah subduksi dalam Benioff dengan potensi gempa maksimal 6,8 SR berjarak 120 km. Gempa dengan kekuatan itu bisa mengakibatkan guncangan 0,11 g.

Standar bangunan tahan gempa sesuai Standar Nasional Indonesia yang baru saja diperbarui adalah 0,2 g. Jika bangunan memenuhi syarat tersebut, maka korban jiwa akibat guncangan gempa bisa diminimalisasi.

Guru Besar Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) Gde Widiadnyana Merati mengatakan, ada beberapa syarat bangunan bisa dikatakan tahan gempa. "Jika terjadi gempa ringan, bangunan tidak terpengaruh. Jika gempa sedang, bangunan bisa mengalami kerusakan, tetapi tidak struktural. Jika gempa besar, maka boleh ada kerusakan struktural, tapi tidak ada korban jiwa," jelasnya.

Menurut Gde, di Jakarta, bangunan lebih dari delapan lantai telah memenuhi persyaratan tersebut. Untuk pembangunan ke depan, Gde memberikan beberapa saran sehingga bangunan lebih aman dari bahaya guncangan akibat gempa. Pertama, denah bangunan sebaiknya sederhana, berupa persegi panjang ataupun lingkaran. Kemudian, sebaiknya tidak ada beban besar di atas seperti bentuk piramida terbalik ataupun bentuk bangunan yang berbeda jauh dari bagian bawahnya.

Struktur balok juga harus lebih lemah dari kolomnya. Adapun struktur bangunan emergency exit harus lebih kuat dari bangunan di sekitarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com