Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Tomcat Tanda Kerusakan Lingkungan

Kompas.com - 21/03/2012, 05:15 WIB

Jakarta, Kompas - Serangan serangga tomcat alias kumbang penjelajah (Paederus littorarius) merupakan indikator kuat kerusakan lingkungan. Alih fungsi lahan dan perubahan iklim diduga menjadi penyebab ledakan populasi serangga ini.

Hal itu dikatakan Direktur Pusat Peneliti Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Nuramaliati Prijono, Selasa (20/3), di Jakarta. ”Siklus biologi di alam terganggu, bisa jadi predator tomcat, seperti burung, tidak ada,” katanya.

Ketiadaan burung bisa disebabkan perburuan ataupun perubahan iklim sehingga burung pindah ke dataran lebih tinggi.

Arief Yuwono, Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, menduga serangan tomcat disebabkan intervensi manusia pada alam. Hal itu, misalnya, pembukaan lahan dan pemakaian pestisida.

Ahli proteksi tanaman Institut Pertanian Bogor, Purnama Hidayat, mengatakan, serangga itu tidak berniat menyerang manusia. ”Manusia yang menarik minat serangga ini untuk datang ke rumah mereka,” ujarnya.

Tomcat (kumbang rove) sepanjang 1 cm yang menjadi predator wereng itu tertarik pada cahaya malam hari. Kumbang ini tak menggigit, tetapi bila tergencet cairan tubuhnya yang mengandung racun paederin bisa menyebabkan iritasi kulit yang hebat.

Purnama menduga, datangnya tomcat ke permukiman manusia akibat alih fungsi lahan dari sawah menjadi pertokoan dan perumahan. Ia menuturkan, rekannya, peneliti di Malang, Nurindah, pernah bercerita, tahun 2004 terjadi serangan serangga kecil ke perumahan di Gresik.

Tahun 2007, para pekerja di pengeboran minyak di lepas pantai utara Pulau Jawa, dekat Karawang dan Indramayu, dilaporkan kulitnya melepuh setelah kena cairan dari serangga kecil berwarna merah dan hitam.

Keterangan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama yang dikirim ke media menyebutkan, racun paederin ada di seluruh tubuh tomcat, kecuali di sayap. ”Iritasi kulit berupa dermatitis terjadi bila bersentuhan langsung dengan serangga atau secara tidak langsung, misalnya melalui handuk, baju, atau barang lain yang tercemar paederin,” katanya.

Kena racun

Dari Surabaya dilaporkan, jumlah warga yang terkena racun tomcat sampai Selasa siang 103 orang. Mereka tersebar di beberapa wilayah di Kota Surabaya, mulai dari kawasan apartemen elite, perkampungan, hingga asrama mahasiswa Universitas Airlangga. Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Esty Martiana Rachmie.

Serangan tomcat dilaporkan muncul sejak awal minggu lalu. Waktu itu, kawanan serangga yang biasa menghuni hutan mangrove ini masuk ke apartemen elite di Surabaya timur. Kulit sejumlah penghuni apartemen memerah dan bengkak yang disertai bintik-bintik kecil yang sangat gatal.

Menurut Esty, pihaknya telah mengirim surat edaran ke semua puskesmas di Kota Surabaya untuk mewaspadai meluasnya dampak serangan tomcat. Pihaknya juga menyebarluaskan informasi mengenai upaya menghindari racun tomcat.

Warga disarankan menjauhi serangga yang menyerupai tomcat. Jika serangga itu telanjur menempel di kulit, warga disarankan mengibaskan sehingga racunnya tidak tertinggal di kulit. Kulit yang dihinggapi tomcat harus segera dicuci dengan air mengalir dan sabun.

Warga yang terkena racun tomcat dianjurkan datang ke puskesmas terdekat. ”Racun tomcat tidak mematikan, bisa diobati dengan antialergi,” katanya.

Teguh Riyanto, Koordinator Satuan Tugas Pemberantasan Ulat Bulu dan Tomcat Dinas Pertanian Kota Surabaya, menuturkan, upaya menanggulangi meluasnya serangan tomcat dilakukan dengan menyemprotkan pestisida organik ke lokasi-lokasi yang menjadi sarang tomcat.

Ia menjelaskan, serangan tomcat terjadi karena predator alaminya berupa burung dan pemakan serangga lain berkurang.

(ICH/ARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau