Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun Setelah Bencana Jepang, Apa yang Berubah?

Kompas.com - 27/02/2012, 16:30 WIB

Foto-foto dari Prefektur Fukushima di timur laut Jepang sebelum dan setelah gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan wilayah itu tahun lalu sangat berbicara banyak. Setahun setelah bencana itu, tidak satu pun tiang listrik atau trotoar jalan yang belum secara cermat diperhatikan di daerah tersebut.

Seakan ada tangan raksasa yang membersihkan puing-puing, membereskan trotoar dan memperbaiki pipa-pipa yang bengkok atau patah. Apa yang tampak kini di daerah paling parah adalah hamparan kawasan yang terawat baik.

Kota-kota nelayan yang dulu pernah berdiri di sana sekarang berubah jadi kawasan pesisir pantai yang kosong yang menyerupai tempat-tempat parkir yang luas. Di sejumlah  tempat, hanya terdapat fondasi-fondasi, yang juga tampak tersapu dan rapi, sebagai satu-satunya hal tersisa yang dapat menceritakan kisah tentang bencana terburuk pasca perang yang melanda Jepang.

Setahun sejak gempa 9,0 skala Richter yang memicu tsunami yang menghantam desa-desa dan kota-kota di Prefektur Fukushima, Iwate dan Miyagi, kawasan itu kini telah menjadi kisah "gaman" - kata bahasa Jepang untuk kesabaran.

Skala bencana itu sangat dasyat. Gempa bumi dan tsunami tersebut menewaskan 15.848 orang dan 3.305 orang lainnya masih dinyatakan hilang. Demikian menurut angka terakhir polisi Jepang. Tempat-tempat penampungan masih berjuang untuk menampung 341.411 pengungsi akibat bencana dan krisis nuklir yang terjadi setelah itu di pembangkit nuklir Daiichi Fukushima. Bencana nuklir di Fukushima - sekarang peringkatnya setara dengan Chernobyl dalam hal keseriusan - bisa memakan waktu selama 40 tahun untuk benar-benar bisa terkendali.

Sementara dampak secara ekonomi, pemerintah Jepang kini memperkirakan bahwa kerusakan material saja bisa menelan biaya 300 miliar dollar AS. Wilayah industri perikanan itu, salah satu andalan perekonomian di daerah itu, telah dihancurkan oleh tsunami. Sebuah perkiraan menyebutkan bahwa 90 persen dari 29.000 kapal nelayan di Prefektur Miyagi, Iwate dan Fukushima hilang atau rusak akibat tsunami dan 440 nelayan terdaftar telah tewas atau hilang. Kerusakan pada prefektur industri perikanan itu 'diperkirakan sebesar 5 miliar dollar dan pembangunan kembali diperkirakan akan memakan waktu antara tiga dan 10 tahun.

Bagi Badan Rekonstruksi yang baru dibentuk, yang pemerintah juluki sebagai "menara komando" pemulihan, skala pembersihan masih butuh setahun lagi.  "Masalah paling serius adalah bagaimana menangani sejumlah besar puing," kata Kazuko Kori, sekretaris parlemen untuk rekonstruksi, kepada harian Yomiuri Shimbun.

Prefektur Miyagi punya 15,6 juta ton puing. Jumlah itu setara dengan 19 tahun akumlasi jumlah sampah biasa, demikian menurut angka Kementerian Lingkungan Jepang. Menurut Gubernur Miyagi, Yoshishio Murai, butuh 1.000 tenaga kerja harian untuk memisahkan aneka jenis sampah itu.

Pekerjaan pembongkaran rumah-rumah dan fasilitas-fasilitas yang rusak akibat tsunami masih berlangsung dan lembaga itu mengatakan, hanya 43 persen dari puing-puing pembongkaran itu yang telah dipindahkan ke tempat pembuangan sementara pada 1 Februari tahun ini.

Sementara instansi itu diharapkan akan mempercepat proses pembangunan kembali, banyak orang yang bertanya mengapa butuh hampir setahun untuk membentuk lembaga tersebut. Gubernur Fukushima, Yuhei Sato, mengatakan kepada media Jepang baru-baru ini bahwa badan baru itu adalah "langkah maju". Namun, ia menambahkan, "Dari perspektif para korban, saya tidak tahan untuk bertanya, 'Tidak bisakah mereka  meluncurkan badan itu lebih cepat?'"

Upaya resmi tersebut telah didukung oleh ratusan organisasi relawan yang telah melakukan segala sesuatu mulai dari membersihkan puing-puing dan menyekop lumpur hingga memberikan konseling psikologis.

Para pembuat kebijakan Jepang terbelah pada apakah akan efektif membiaya rekonstruksi kota dan infrastruktur. Ada yang mengatakan, mungkin sudah saatnya untuk mengabaikan kota-kota dan desa di sepanjang garis pantai yang telah mengalami serangkaian tsunami selama berabad-abad sehingga telah dijuluki "gang tsunami."

"Salah satu kesulitan yang kami hadapi adalah upaya mereka untuk membangun kembali kota-kota itu sama dengan cara mereka dulu sebelum bencana ... ada juga isu tentang hak atas tanah dan properti," kata juru bicara Badan Rekonstruksi itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com